Pemilihan presiden tengah berlangsung di Mesir dan sebagaimana
diberitakan perlu ada pemilu babak kedua diantara dua kandidat dengan
hasil polling karena tidak ada yang mendapatkan 50% suara. Seperti di
banyak negara Muslim, rakyat Mesir turun ke jalan dalam apa yang
kemudian dikenal sebagai Musim Semi Arab. Sejak jatuhnya rezim Hosni
Mubarak, telah dilakukan pemilu parlement dan sekarang dilakukan pemilu
Presiden yang memegang kunci utama di negara itu.
Dengan hasil yang signifikan yang
diperoleh partai-partai Islam dalam pemilihan parlemen pada November
2011, pemilihan presiden dipandang sebagai suatu langkah besar dalam
sebuah revolusi rakyat yang menggulingkan Hosni Mubarak. Hasil pemilu
dalam kenyataannya adalah tidak relevan karena sistem lama yang
mendasari Mesir masih berlaku, yang membelenggu setiap individu atau
kelompok yang berusaha untuk mengubahnya. Saat pemilihan presiden
berlangsung, kami membuat poin-poin berikut:
1. Apa yang telah terjadi dan apa yang
sedang terjadi saat ini dengan pemilu perlu dipahami dengan jelas.
Militer sejak Nasser merebut kekuasaan pada tahun 1952 telah membangun
arsitektur politik di Mesir. Sistem ini menjadikan angkatan bersenjata
untuk tetap bertanggung jawab atas isu-isu strategis seperti kebijakan
luar negeri dan pertahanan. Pada beberapa kesempatan, sebagian aspek
kebijakan dalam negeri diserahkan kepada parlemen untuk ditangani.
Namun Nasser, Sadat dan Hosni Mubarak tetap memiliki kekuasaan.
Pemilihan parlemen yang telah berlangsung sejak tahun 1950-an pada
kenyataanya merupakan kekuatan yang menipu karena semua kekuasaan tetap
di tangan militer, yang telah mengambil posisi sebagai presiden pada
sebagian besar sejarah Mesir pada akhir-akhir ini.
Namun, Musim Semi Arab menantang
bangunan ini dan militer yang melihat kepentingan mereka mulai menguap,
melengsengkar Mubarak dari kekuasaan. SCAF - Dewan Tertinggi Angkatan
Bersenjata Mesir - yang merupakan kepemimpinan militer Mesir, sejak
itu telah mengawasi transisi kepemimpinan. Pemilu saat ini adalah untuk
pemilihan presiden, sementara pemilu sebelumnya pada bulan November
adalah untuk pemilihan anggota parlemen yaitu dengan sistem yang sama
dengan yang dibangun Nasser pada tahun 1950. Namun, pada kesempatan
kemungkinan yang terpilih adalah dari pihak sipil. Apa yang terjadi
merupakan kelanjutan dari sistem lama dengan wajah baru.
2. Pemilihan ini berlangsung dalam suatu
lingkungan, di mana kekuasaan presiden belum ditetapkan dan konstitusi
negara juga tidak belum dipersiapkan. Hal ini membuat hasil pilpres
menjadi tidak berguna karena apa yang penguasa bisa dan tidak bisa
lakukan bahkan belum didefinisikan. Skenario ini bukanlah merupakan
kebetulan. SCAF telah menunda penulisan sebuah konstitusi bagi negara
untuk memastikan kepentingannya tetap selalu terlindungi. Komposisi
anggota pemilihan parlemen pada November 2011 adalah untuk menentukan
bentuk majelis konstituante atas 100 orang yang akan menulis
konstitusi. Hasil pemilu ini merupakan kemenangan telak bagi
partai-partai Islam. Kegagalan kaum sekularis yang memiliki sedikit
dukungan di Mesir, menyatakan bahwa parlemen tidaklah representatif.
Untuk meredakan klaim tersebut, kelompok Islamis telah melakukan
kompromi dan hanya mengambil setengah dari kursi yang dimenangkan di
majelis konstituante, dengan meninggalkan sisanya bagi tentara.
Kelompok Islamis lebih lanjut meninggalkan seruan untuk menerapkan
Islam, bahkan FJP meninggalkan slogan mereka “Islam adalah solusi.”
3. Pemilihan jarang bisa membawa
perubahan. Munculnya demokrasi liberal di Eropa Barat tidak melalui
kotak pemilu, tetapi melalui perjuangan berdarah menentang gereja.
Revolusi Warna di Eropa Timur dan Asia Tengah, yang membawa perubahan
bukan dilakukan melalui kotak pemilu, tetapi melalui berbagai
pemberontakan untuk menggulingkan penguasa. Demikian pula Musim Semi
Arab tidak akan pernah terjadi jika umat menunggu untuk dilakukannya
pemilu.
4. Militer telah dengan sangat jelas
menyatakan apa yang mereka inginkan dari setiap kepemimpinan sipil yang
muncul. SCAF belum sepenuhnya mengangkat hukum darurat negara dan
belum menyerahkan semua kekuasaannya. SCAF telah menyatakan bahwa Mesir
berkomitmen terhadap semua kewajiban dan perjanjian regional dan
internasional. ” Sejak mengambil kekuasaan, SCAF telah mengawasi
pengadilan atas 16.000 orang pengadilan militer tertutup, termasuk
pengadilan atas para blogger, wartawan dan demonstran. Pada bulan Mei
2011, salah satu anggota dewan, Jenderal Mamdouh Shahin menyatakan
bahwa militer di bawah konstitusi baru Mesir harus memberikan ’semacam
jaminan …’ sehingga tidak di bawah kehendak presiden.
Sebuah laporan Wall Street Journal yang
terbit pada 18 Mei memprediksi apa yang telah diisyaratkan SCAF
beberapa kali selama tahun lalu: bahwa mereka tidak akan melepaskan
wewenangnya atas kebijakan luar negeri, yang mencakup hubungan Mesir
dengan Amerika Serikat, yang merupakan penyedia bantuan militer
tahunan bagi Mesir. Tentara juga diharapkan untuk mendapatkan
perlindungan atas anggarannya dari pengawasan publik dan tanggung jawab
dari parlemen.
5. Ikhwanul Muslimin telah membuat
sejumlah perhitungan politik yang berakar pada mitos. Mereka percaya
bahwa sistem Islam hanya dapat diimplementasikan secara bertahap.
Sementara mereka berpendapat bahwa solusi Islam tidak siap untuk
memecahkan masalah-masalah seperti kemiskinan, pengangguran dan
pembangunan. Mereka juga percaya bahwa penerapan Islam akan membuat
takut kaum minoritas, investor dan masyarakat internasional. Partai
Kebebasan dan Partai Keadilan (FJP), yang merupakan partai politik
Ikhwanul Muslimin, bahkan telah meninggalkan slogan “Islam adalah
solusi” dan telah membuat pernyataan-pernyataan kebijakan yang
kontradiktif karena mereka telah terus-menerus dipantau dalam upayanya
untuk menenangkan semua orang. Saad al-Husseini, anggota biro eksekutif
partai FJP mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa Tourism sangat
penting bagi Mesir dan menekankan bahwa minum dan menjual alkohol
dilarang dalam Islam. Namun, ia kemudian menambahkan, “Namun,
hukum Islam juga melarang memata-matai tempat-tempat pribadi dan ini
juga berlaku bagi pantai-pantai juga … Saya harap ada 50 juta turis
akan melakukan perjalanan ke Mesir meskipun mereka datang dengan
telanjang.”
6. Apa yang telah lama hilang dari Mesir adalah kedaulatan legislatif,
kemampuan bagi individu, kelompok, atau konsensus untuk membuat
undang-undang. Hal ini selalu mengarah pada situasi dimana kaum
minoritas bisa membuat undang-undang untuk mempertahankan benteng mereka
dari rakyat dan negara. Inilah sebabnya mengapa negara-negara
demokrasi barat penuh dengan korupsi, sehingga berbagai macam reformasi
tidak mampu untuk mengakhirinya. Apa yang Mesir butuhkan adalah sistem
yang tetap dengan aturan yang tetap. Rakyat maupun yang dipilih
ataupun dari massa seharusnya tidak membuat undang-undang, dengan cara
ini apa yang benar atau salah adalah tetap dan tidak dapat diubah
semaunya. Melalui hukum-hukum yang tetap itulah sebuah konstitusi dapat
dibangun dan hal ini memungkinkan adanya keadilan karena semua orang
tahu di mana mereka berdiri dan mereka tunduk pada hukum yang sama
sebagaimana anggota masyarakat yang lain. Peran dari wakil rakyat yang
dipilih tersebut kemudian dibatasi untuk menafsirkan hukum untuk
memastikan hukum yang tepat untuk diterapkan pada realitas mereka.
Selama tahun lalu, ribuan demonstran
turun ke jalan-jalan di Mesir. Sambil menghadapi gas air mata, maupun
peluru, mereka menolak pulang. Jam demi jam, hari demi hari, minggu
demi minggu, hingga akhirnya para diktator yang memerintah selama
puluhan tahun dipaksa hengkang dari kekuasaan. Hari ini sementara
sebagian tiran telah pergi, sistem yang korup masih tetap ada. Pemilu
yang dilakukan bukan untuk mengganti sebuah sistem baru, tapi untuk
memilih individu, yang akan mengambil posisi dalam sistem yang masih
sama-sama korup. Sangat disayangkan bahwa banyak kelompok Islam telah
membuat pernyataan-pernyataan yang meninggalkan banyaknya keinginan
tentang mandat yang diberikan atas identitas Islam mereka. Tapi siapa
pun muncul di Mesir harus ingat bahwa Mubarak yang tidak bisa goyah
akhirnya ditumbangkan oleh rakyatnya, jika kepemimpinan baru gagal
melaksanakan apa yang massa inginkan karena memilih mereka, maka mereka
juga akan dilempar ke tong sampah sejarah yang sekarang berisi Ben
Ali, Gaddafi dan Mubarak. (translated by RZ)
[Khilafah.com/khoirunnisa-syahidah.blogspot.com]
Posting Komentar