“Kami tidak berperang melawan Islam” - Presiden Obama
Hanya
dua bulan yang lalu, para pejabat Pentagon berulang kali memohon kepada
Pastor Terry Jones untuk tidak membakar salinan Quran karena khawatir
bahwa tindakannya itu bisa membangkitkan sentimen Muslim dan
membahayakan nyawa tentara AS yang bertugas di Afghanistan dan
tempat-tempat lain. Namun, sebulan kemudian Pentagon berhasil
mengalahkan kefanatikan Terry Jones dan telah terungkap bahwa mereka
sendiri merupakan ujung tombak perang salib Amerika melawan Islam dan
berusaha memusnahkannya secara total. Letkol Matthew Dooley, yang
bertanggung jawab atas pelatihan atas ratusan pejabat AS yang memberikan
pandangan-pandangan yang menyimpang atas Islam, mengatakan dalam salah
satu presentasinya:“Kami sekarang telah sampai pada pemahaman bahwa tidak ada yang namanya Islam moderat … Oleh karena sudah waktunya bagi Amerika untuk memperjelas maksud kita sesungguhnya. Ideologi barbar ini tidak akan lagi bisa ditolerir. Islam harus berubah atau kita akan memfasilitasi kehancuran dirinya. “
Orang tidak perlu melihat jauh untuk
menemukan bagaimana dalam dan luasnya permusuhan Pentagon terhadap
Islam. Di Afghanistan, pelecehan mesin-mesin perang Amerika terhadap
Islam terjadi secara rutin. Hal ini termasuk tindakan pengecut
pembakaran Al-Qur’an oleh militer Amerika yang fanatik. Di tempat-tempat
lain, pasukan Amerika sambil bermain-main mengencingi mayat-mayat warga
Afghanistan dan merasa senang dengan penyiksaan atas mayat-mayat itu.
Jangan pernah lupakan penyiksaan secara kejam atas para tahanan di
Bagram, pemerkosaan terhadap gadis-gadis muda dan pembantaian penduduk
sipil yang tidak berperi kemanusiaan telah menjadi ciri dari perang
salib Amerika yang berbahaya di Afghanistan. Betapapun kerasnya Amerika
mencoba berupaya untuk mengindoktrinasi para prajuritnya agar membenci
Islam, insiden yang terakhir ini, yang merupakan sebuah episode terbaru
merupakan pengingat yang jelas ke seluruh dunia bahwa barbarisme dan
tidak adanya emansipasi dari pemerintah tiran ini adalah ciri khas
kebijakan Amerika di dunia Muslim.
Sudah merupakan rahasia umum bahwa di
mana pun di dunia Muslim, Amerika melakukan campur tangan - negara itu
selalu meninggalkan jejak kematian dan kehancuran - sebuah reputasi
yang sangat tidak layak bagi sebuah bangsa terkemuka yang juga
membanggakan diri pada toleransi. Lihatlah contohnya, pembunuhan secara
serampangan atas banyak warga sipil tak bersenjata oleh pesawat-pesawat
drone Amerika dan Pasukan Khususnya di Pakistan, atau kekebalan
diplomatik yang diberikan kepada Raymond Davis bagi pembunuhan berdarah
dingin yang dilakukannya atas orang-orang Pakistan di siang bolong. Hal
ini jelas merupakan kecenderungan Amerika untuk mengabaikan HAM yang
dikhotbahkan oleh negera itu ke seluruh dunia. Ambil contoh, perang
yang dilakukan Amerika di Irak: Tindakan mempermalukan dan kekejaman
terhadap para tahanan Irak di Abu Ghraib dan pembunuhan atas penduduk
sipil tidak bersenjata di Haditha merupakan pengingat dan pertanda
tentang buah dari pendudukan Irak oleh Amerika. Namun, meskipun
tindakan-tindakan barbar seperti dilakukan oleh militer AS sendiri,
tentaranya diberikan banyak pujian dan kejahatan yang mereka lakukan
terhadap kemanusiaan diabaikan. Pada akhir tahun lalu, Presiden Obama
mengatakan kepada para tentara yang pulang dari Irak: “Sebagai komandan tertinggi anda, dan atas nama sebuah bangsa yangbersyukur, saya bangga akhirnya dapat mengatakan dua kata itu.”
Namun yang lebih buruk lagi, tidak ada
upaya serius para tokok politik Amerika atau para perwira seniornya
untuk mengubah perilaku tidak beradab pasukan Amerika. Di manapun mereka
ditempatkan, Pentagon segera mencari kekebalan hukum dari penuntutan,
sebagai syarat wajib atas diberikannya pakta keamanan atau bantuan
militer. Dengan kata lain, tidak ada dampak atas tindakan kejahatan yang
dilakukan oleh tentara Amerika terhadap penduduk setempat. Jika
kebetulan ada seorang tentara Amerika yang terbukti bersalah, pengadilan
pura-pura kemudian digelar oleh militer AS (yang merupakan kesimpulan
dari pengadilan atas pembantaian di Haditha pada awal tahun ini) untuk
memastikan bahwa hukuman yang diberikan tidak setimpal dengan kejahatan
yang dilakukan. Militer AS berusaha untuk menanamkan kebiadaban di dalam
jajarannya dengan memastikan bahwa perilaku semacam ini dilembagakan.
UU Otorisasi Pertahanan Nasional (National Defence Authorization Act)
yang disahkan oleh Senat Amerika mencerminkan tindakan tersebut, yang
melegalkan seks dengan hewan dan mengizinkan sodomi.
Ketika militer AS berkomitmen untuk
melestarikan tindakan barbar dan nilai-nilai tercela, seseorang hanya
bisa membayangkan bagaimana pelatihan militer yang diajarkan Amerika
kepada negara-negara di seluruh dunia. Jadi, apakah akar penyebab di
balik perilaku yang bertentangan dengan logika manusia itu? Penjelasan
dengan beralasan adanya “beberapa apel busuk ” dalam jajaran (militer)
mereka tidak lagi masuk akal dan tidak pantas untuk didiskusikan.
Amerika juga tidak bisa lagi mengatakan bahwa budaya militer yang
dilembagakan oleh Pentagon sebagai satu-satunya hal yang dianggap
bertanggung jawab yang memelihara generasi muda pria dan wanita, yang
menunjukkan kurangnya penghargaan atas budaya asing dan manusia.
Sebaliknya, budaya militer itu
didasarkan pada fondasi dasar dimana diatasnya seluruh masyarakat
Amerika dibangun. Pendorong tunggal bagi perilaku semacam itu adalah
kebebasan, yang merupakan landasan yang dihargai di Amerika dan
bertanggung jawab bagi pembentukan budaya populer (pop culture), budaya
perusahaan (corporate culture), dan nilai-nilai sosial dan etika. Hal
inilah yang menjadi hal yang sangat mendasar bahwa militer di
negara-negara Barat, terutama di Amerika, bertanggung jawab bagaimana
mereka mencetak sikap para personil militernya.
Pria
dan wanita, yang sejak usia muda dicecoki dengan makanan kebebasan,
mendaftar sebagai tentara sebagai pembela kebebasan, menjalani pelatihan
bersenjata dan akhirnya dikerahkan di luar negeri. Di sini, mereka
menemukan diri mereka pada lingkungan yang berbeda; hukum dan pembatasan
dari negara asal tidak lagi mengena pada apa yang seseorang bisa
katakan dan lakukan dan senjata yang mereka miliki membuat mereka merasa
bahwa mereka pada akhirnya dapat mengatakan dan melakukan apapun yang
mereka inginkan. Tentu, keyakinan penduduk lokal, nilai-nilai, harta
benda, kehidupan dan martabat mereka dengan cepat dikalahkan - semua
atas nama kebebasan.
Kebebasan
adalah ide yang fantastis dan selalu menyebabkan perselisihan dan
kekerasan. Barat mengklaim bahwa individu bebas untuk melakukan apapun
yang mereka pilih dan melakukan indoktrinasi penduduknya dengan
keinginan untuk bebas. Tapi, dalam prakteknya, hal ini mengarahkan
kepada konflik tak berujung diantara masyarakat, sebagaimana pandangan
yang diungkapkan oleh sebagian orang, atau perilaku yang ditunjukkan
oleh sebagian orang, dapat diartikan sebagai tindakan ofensif dan
menghina orang lain. Oleh karena itu, pemerintah Barat yang
terus-menerus melakukan campur tangan dalam perselisihan dan mencari
celah atas hukum untuk melindungi kebebasan dari sebagian orang lain
dengan mencabut kebebasan mereka untuk mengungkapkan pikiran dan
berperilaku dengan cara tertentu.
Seringkali,
yang mendapat untung dari kebebasan itu adalah individu atau kelompok
yang memiliki pandangan atau perilaku yang sama dengan kepentingan
pemerintah, atau para kapitalis kuat yang memiliki kemampuan untuk
menggunakan pengaruhnya atas pemerintah. Itulah sebabnya begitu banyak
lembaga, termasuk lembaga militer di Barat, yang diberikan kebebasan
untuk menyerang Islam karena retorika dan kebijakan diskriminatif
berapi-api mereka selaras dengan perang yang belum selesai yang
dilakukan Barat terhadap Islam. Namun, jika media Barat, atau banyak
lembaga didapatkan menghina orang-orang Yahudi atau negara Zionis
Israel, pemerintah Barat dengan cepat akan mengambil langkah tegas untuk
membatasi penghinaan yang mereka lakukan.
Islam
tidak mempercayai ide kebebasan yang merupakan isapan jempol, di mana
segelintir orang memutuskan pikiran dan perilaku mana yang secara hukum
bisa dilakukan tanpa sensor, dan yang pikiran dan perilaku mana yang
harus tunduk pada kritik dan dapat diadili di pengadilan. Islam
menetapkan bahwa kehidupan, kehormatan, darah, kekayaan, agama, ras dan
pikiran harus dilindungi oleh Negara Islam. Semua warga Khilafah dijamin
hak-hak atas hal-hal itu, terlepas dari apakah mereka Muslim atau
non-Muslim.
Islam
juga melindungi hak-hak non-Muslim untuk beribadah tanpa takut
dikenakan retribusi, atau fitnah atas kepercayaan mereka. Rasulullah SAW
bersabda: “Orang yang menyakiti seorang kafir dzimmi (non muslim yang merupakan warga negara Khilafah), berarti menyakitiku dan orang yangmenyakitiku adalah orang yang menyakiti Allah”. Oleh
karena itu, adalah terlarang bagi seorang Muslim untuk menghina
kepercayaan non-Muslim, menumpahkan darah mereka, membahayakan tempat
ibadah mereka dan menodai harta milik mereka.
Sejarah
Islam tidak ada bandingannya dalam kapasitasnya untuk menjamin hak-hak
agama non-Muslim di bawah naungan Khilafah. Pada zaman Umar bin Khattab
(RA), tentara Islam menaklukkan Suriah, tapi dengan cepat mengembalikan
Jizyah yang dikumpulkan dari Homs, sebuah kota yang dihuni oleh orang
Kristen dan Yahudi. Kaum Muslim beralasan bahwa mereka mengembalikan
uang itu kepada non-Muslim karena mereka tidak dapat melindungi hidup,
darah, kehormatan dan harta mereka dari angkatan bersenjata Romawi yang
mampu mempersenjatai diri mereka kembali. Non-Muslim begitu terkesan
dengan hal ini sehingga mereka berkata: “Kamimenginginkan hukum dan keadilan anda dan itu jauh lebih baik daripada keadaan kami sebelumnya dalam penindasan dan tirani. Dengan bantuan‘amil anda, kami ingin mengenyahkan tentara Heraklius dari kota ini. ” Orang-orang Yahudi kemudian bangkit dan berkata: “Kami bersumpah dengan Taurat, tidak ada Gubernur Heraklius yang akan memasuki kota Homs, kecuali kita adalah orang yang pertama dikalahkan dan kami akan kelelahan!” Sambil mengatakan hal ini, mereka kemudian menutup gerbang kota dan menjaganya.
Jika
militer Amerika benar-benar ingin menjangkau massa Muslim dan merebut
hati dan pikiran mereka, paling tidak yang mereka dapat lakukan adalah
merubah secara radikal indoktrinasi para perwira militernya dengan
memberikan pandangan yang lebih seimbang atas Islam yang menyeluruh
termasuk Khilafah dan kontribusi Islam bagi peradaban manusia. Mungkin
para trainer di Pentagon dapat mengambilnya dari tulisan-tulisan Bernard
Shaw yang mengatakan, “Saya selalu sangat menghargai agama Muhammad karena vitalitasnya yang indah. Inilah satu-satunya agama yang bagi saya tampakmemiliki kapasitas untuk berasimilasi kepada fase perubahan eksistensi yang dapat membuat dirinyamenjadi menarik bagi setiap zaman Saya telah mempelajari sejarah hidup Muhammad- seorang yang luar biasa dan menurut saya jauh dari pandangananti-Kristus, dialah yang seharusnya disebut Juruselamat Kemanusiaan (the Saviour of Humanity)”
(Sir George Bernard Shaw dalam ‘The Genuine Islam,’ Vol. 1, No. 8,
1936). Atau baru-baru ini terdapat tulisan dari salah satu tokoh bisnis
terkemuka Amerika, Carly Fiorina yang mengatakan, “Dahulu pernah ada sebuah peradaban terbesar di dunia. Peradaban itu mampu menciptakan sebuahsuper-negara yang menguasai benua yang terbentang dari satu samudra ke samudra lain, dan dari iklim utara hingga daerah tropis dan gurun. Dalam kekuasaannya, hidup ratusan juta orang, dengan kepercayaan dan etnis yangberbeda… perlindungan militernyamemungkinkan perdamaian dan kemakmuran yang belum pernah terjadi sebelumnya. Jangkauan perdagangan dari peradabanini terbentang dari Amerika Latin hingga Cina, dan di wilayah diantara keduanya… Sementara peradaban modern Barat mengambil banyak sifat-sifat ini, peradaban yang sedang saya bicarakan ini adalah dunia Islam dari tahun 800 hingga tahun 1600, yang termasuk di dalamnya Imperium Utsmani dan pengadilan di kota-kota Baghdad, Damaskus dan Kairo, dan para penguasa yang tercerahkan seperti Sulaiman Yang Agung. ” (Technology, Business and Our Way of Life: What’s Next”, September 26, 2001).
Kegagalan
untuk melakukan revisi pada akar dan cabang kurikulum pendidikan bagi
militer Amerika oleh banyak institusi di Amerika memang hanya akan
memperkuat kesan dalam pikiran Muslim bahwa Amerika benar-benar berusaha
untuk menghancurkan Islam. Hal ini juga memungkinkan komplotan kecil
dari kelompok neo-konservatif (yang merupakan para ekstremis) untuk
melakukan kejahatan baru atas nama rakyat Amerika (yang mayoritas
moderat). Amerika suka menggunakan label-label seperti kaum ekstremis
dan moderat untuk menggambarkan dunia Muslim, namun mereka tidak
menyadari fakta bahwa mereka sedang disandera oleh sebuah faksi
ekstremis kecil, yang teguh dalam tekad mereka untuk menteror peradaban
lain atas nama mereka .
[www.khilafah.com /khoirunnisa-syahidah.blogspot.com]
Posting Komentar