Negara-negara
salibis Barat dan rezim-rezim Arab boneka Barat di kawasan Timur Tengah
juga berkepentingan dengan konflik di Suriah. Mereka ingin memastikan
tumbangnya rezim Suriah tidak mengganggu eksistensi negara zionis Yahudi
dan tidak menyebabkan tegaknya daulah Islamiyah yang menerapkan syariat
Islam di Suriah.
Sementara
bagi umat Islam Suriah, tumbangnya rezim Nushairiyah dan penegakan
pemerintahan muslim sunni yang menerapkan syariat Islam adalah harga
mati. Mujahidin dari berbagai kelompok saat ini berjihad di garis depan
demi membela rakyat muslim Suriah dan meruntuhkan rezim Nushairiyah.
Salah
satu kelompok jihad di Palestina, Tanzhim Fatah Al-Islam, menurunkan
analisa politik dan militer seputar masa depan revolusi rakyat muslim
sunni di Suriah. Berikut ini terjemahan lengkap analisa tersebut.
***
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Divisi Politik Gerakan Fatah Al-Islam
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Analisa Politik Tentang Revolusi Suriah dan Pertarungan Tangan-tangan Tersembunyi
Segala
puji bagi Allah Rabb seluruh alam. Shalawat dan salam senantiasa
dilimpahkan kepada pemimpin seluruh utusan Allah, keluarganya, dan
sahabat-sahabatnya. Wa ba’du…
Angin
topan revolusi Suriah hampir memasuki sudah mendekati tahun pertamanya
dan skalanya selalu meningkat dan terus berlanjut, sementara rezim
Suriah terus melawan terpaan angin topan itu dengan struktur
pemerintahannya yang masih baku tanpa mengalami perubahan yang bisa
disebutkan.
Revolusi
Suriah berawal dengan mengusung slogan menumbangkan rezim Suriah dan
mengembalikan kebebasan serta kehormatan. Sementara itu rezim Suriah
mulai memberangus secara biadab revolusi tersebut dengan cara memainkan
unsur golongan, mengancam kemungkinan terjadinya perang saudara dan
perang golongan yang mungkin terjadi di kawasan itu. Nampaknya rezim
Suriah menyadari bahwa serangan militernya terhadap rakyat hanya akan
berakhir dengan kegagalan, sehingga rezim Suriah ingin mengamankan
wilayah-wilayah milik golongan Nushairiyah. Dengan harapan tetap bisa
mempertahankan negara Nushairiyah melalui peperangan antara golongan
Nushairiyah dan golongan Muslim Sunni.
Sebagian
orang mungkin akan mengatakan bahwa rezim Suriah bodoh karena menabuh
genderang atas hal ini melalui pernyataan Batsinah Sha’ban, juru bicara
kelompok Nushairiyah. Namun orang yang mengikuti jalannya revolusi
Suriah akan sepenuhnya mengetahui bahwa dukungan rezim Suriah terhadap
pernyataan itu bukanlah sebuah kesia-siaan. Justru karena rezim Suriah
memerlukan hal itu dan rezim Suriah telah mempersiapkannya sebelumnya
agar mampu mengumpulkan berbagai kelompok dan golongan minoritas dalam
tentara yang melayanki kepentingan-kepentingan rezim Suriah. Sebab rezim
Suriah mengaitkan kesudahan nasib kelompok dan golongan minoritas
dengan kesudahan nasib rezim Suriah sendiri. Rezim Suriah mempergunakan
di satu sisi mempergunakan agen-agennya yang terus berkoar-koar dari
dalam kelompok-kelompok minoritas ini, dan di sisi lain rezim Suriah
mengetahui bahwa pada akhirnya, cepat atau lambat, muslim sunni yang
merupakan kelompok mayoritas di Suriah akan lepas dari tangannya.
Rakyat
Suriah dari seluruh elemen telah keluar untuk menumbangkan rezim
Suriah. Namun milisi Syiah Shabihah, kelompok-kelompok dan kaki
tangan-kaki tangan loyalis rezim Suriah yang mengaku berasal dari
kelompok-kelompok revolusi baik yang berasal dari dalam Suriah maupun
luar Suriah telah sukses menjadikan jalannya revolusi mengarah kepada
revolusi golongan (muslim sunni) disertai slogan-slogan menumbangkan
rezim Suriah.
Dengan
demikian rezim Nushairiyah Suriah yang licik sukses merealisasikan
langkah pertama yang diinginkannya, yaitu mempertahankan anggota
kelompok-kelompok minoritas berada dalam genggamannya dan berada dalam
tentaranya; setelah rezim Suriah meraih kesuksesan besar dalam
menanamkan rasa takut kepada kelompok muslim sunni dalam jiwa
kelompok-kelompok minoritas tersebut. Barangkali pembelotan dari tentara
nasional yang hanya dilakukan oleh tentara muslim sunni lantas membuat
kelompok Tentara Kebebasan Suriah menguatkan analisa ini.
Sambutan
yang sangat cerdik dari rezim Nushairiyah Suriah dan para loyalisnya
ini membuat kagum kekuatan internasional, baik kekuatan kapitalis maupun
sosialis, sekaligus mengingatkan kedua kekuatan internasional tersebut
atas beberapa hal yang bisa mereka manfaatkan jika revolusi Suriah
berubah menjadi perang antar kelompok.
Oleh
karenanya, mendorong revolusi Suriah menjadi perang antar kelompok
menjadi sebuah kebutuhan bagi dua kekuatan internasional ini, meskipun
pandangan militer kekuatan kapitalis Barat dan sosialis Timur berbeda
atas persoalan revolusi Suriah. Kekuatan Barat pimpinan Amerika
memandang permasalahan itu dari sudut pandang hegemoni rezim kelompok
Nushairiyah Suriah atas salah satu kawasan baru Timur Tengah. Sementara
kekuatan Timur pimpinan Rusia dan Cina memandang revolusi Suriah jika
berubah menjadi perang antar kelompok dari sudut pandang melindungi
pengaruh-pengaruh dan kepentingan-kepentingan keduanya, bahkan boleh
jadi dari sudut pandang ‘saya ada atau saya tidak ada’ karena hegemoni
Barat atas kawasan itu berarti berakhirnya pengaruh Rusia di sana.
Di antara keuntungan-keuntungan yang bisa dipetik oleh Barat adalah:
- Keamanan
eksistensi negara zionis Yahudi yang tengah terancam dan kemampuan
untuk memukul balik ancaman itu serta membangun dinding penghalang yang
tinggi untuk membendung gelombang ancaman yang snagat berbahaya
tersebut. Sebab, peperangan antar kelompok di Suriah akan menguras habis
kekuatan kedua belah pihak yang berperang dan memecah-belah negara. Hal
itu akan menyebabkan negara zionis Yahudi menduduki singgasana kekuatan
di kawasan Timur Tengah.
- Jaminan
revolusi Suriah tidak merembet lebih jauh dari keadaannya saat ini,
karena bangsa-bangsa Arab lainnya akan berpikir seribu kali sebelum
melakukan revolusi terhadap rezim-rezim pemerintahannya, karena takut
mengalami peperangan yang serupa dengan perang di Suriah. Hal ini
membuat pemerintahan negara-negara Arab mendukung perang antar golongan
di Suriah ini dan kekuatan Barat akan mendapat manfaat dari pemerintahan
negara-negara Arab yang menjadi kacung-kacung Barat.
- Membagi-bagi
wilayah yang telah terbagi-bagi adalah salah satu poin terpenting
planning Timur Tengah Baru. Perang antar kelompok apapun akan membuat AS
bisa menghemat dan mempercepat banyak jalan demi merealisasikan
planning jahat tersebut.
- Perang
antar kelompok biasanya berlangsung dalam waktu yang lama. Dengan
demikian kawasan itu akan menjadi pasar besar penjualan senjata yang
akan memakmurkan ekonomi Barat, yang tengah terperosok jatuh, dengan
mengorbankan bangsa-bangsa muslim.
- Semua
negara yang berbatasan langsung dengan Suriah adalah negara-negara
sekutu Barat. Otomatis negara-negara tersebut akan mendukung planning
Barat dan ‘menyembelih’ peperangan demi mengamankan planning Barat. Hal
ini menginterpretasikan sikap Liga Arab yang mengulur-ulur solusi apapun
untuk krisis Suriah, karena Liga Arab berharap terjadi dinding tertutup
(jalan buntu) sehingga memaksa Suriah terpeleset dalam perang antar
kelompok.
- Perang
antar kelompok memberikan pihak kapitalis kesempatan untuk ‘cuci
gudang’’ anggaran perang melawan pihak sosialis, karena perang tersebut
menjadi ajang pertempuran ‘perwakilan’ yang sangat menentukan.
- Jika perang antar kelompok di Suriah merembet ke negara-negara Arab lainnya, maka proyek Timur Tengah Baru telah tercapai secara sempurna dalam pandangan AS.
Di antara keuntungan yang bisa dipetik oleh kekuatan Timur Sosialis:
- Rusia
mengetahui bahwa tumbangnya rezim Nushairiyah Suriah akan menyebabkan
Rusia dan di belakangnya pihak Timur kehilangan sekutu terbesar dan
pasar senjata terbesar bagi mereka di kawasan Timur Tengah. Rusia dan
kekuatan Timur akan kehilangan salah satu kartu penting untuk menekan
Barat karena rezim Suriah selama ini menguasai bagian kawasan yang
terpisah dan menjamin keamanan eksistensi negara zionis Yahudi. Oleh
karena itu Rusia menganggap sangat perlu terjadinya perang antar
kelompok yang membuat Suriah terbagi-bagi, agar Rusia tetap memiliki
sekutu di kawasan Timur Tengah.
- Pihak
Timur Sosialis juga memerlukan kesempatan untuk menggenjot anggaran
melawan Barat, terutama pada masa-masa terakhir ini di mana terjadi
beberapa konflik antara kedua belah pihak.
- Iran
sebagai sekutu pihak Timur Sosialis memerlukan Suriah agar terus
dikuasai oleh rezim Nushairiyah yang loyal kepada Rusia. Rezim
Nushairiyah Suriah merupakan sayap kekuatan negara Syiah Iran guna
mengancam keamanan negara zionis Yahudi. Jika rezim Nushairiyah Suriah
tumbang, maka Iran kehilangan sayap untuk mengancam negara zionis
Yahudi, dan hal itu akan mempercepat serangan (Barat atau zionis Yahudi)
terhadap proyek senjata nuklir Iran.
- Perang
antar kelompok membuka pasar perdagangan senjata bagi Rusia dan Iran,
sebab perang seperti itu akan menghabiskan senjata dalam jumlah yang
sangat besar.
- Wilayah Suriah akan dibagi-bagi antara sekutu pihak Timur Sosialis dengan musuh, yaitu pihak Barat. Artinya kekayaan negara itu akan dibagi antara pihak kapitalis Barat dan sosialis Timur.
Rusia
dan Cina telah mengetahui sepenuhnya urgensi perang seperti ini,
sehingga mereka bekerja untuk memperpanjang usia rezim Suriah. Sebab
tumbangnya rezim Suriah akan mencerai-beraikan ‘mimpi-mimpi’ Rusia dan
Cina. Maka Rusia dan Cina menggunakan hak veto di Dewan Keamanan PBB
untuk menghalangi sanksi internasional apapun yang akan dijatuhkan
kepada rezim Nushairiyah Suriah. Sikap Rusia dan Cina itu secara
lahiriah memang membuat AS dan Barat tidak senang, namun diam-diam sikap
itu menggembirakan AS dan Barat karena panjang usia rezim Nushairiyah
Suriah juga menjadi tujuan mereka demi merealisasikan planning jahat
mereka. Jadi pandangan kedua belah pihak sama tentang urgensi menyeret
Suriah kepada peperangan antar kelompok dengan mempertahankan rezim
Nushairiyah selama mungkin.
Nampak
sekali bahwa pihak sosialis Timur mendukung kelompok Rafidhah (rezim
Nushairiyah Suriah, milisi Syiah Shabihah dan milisi Syiah Hizbul Lata
Lebanon, pent) dan mempersenjatai mereka secara lebih luas lagi.
Keteguhan rezim Suriah, para pejabatnya dan sekutunya di Iran, Irak, dan
Lebanon di atas satu sikap hanyalah bukti mereka yakin bahwa pihak
sosialis Timur tidak akan membiarkan mereka berperang sendirian dan
menyerahkan ‘perisai’nya untuk mereka pergunakan.
Sebaliknya,
pihak Barat akan mendukung pembantu-pembantunya dari kelompok Sunni
untuk menghadapi kelompok Rafidhah. Namun pihak Barat kehilangan pihak
yang siap menerjuni kancah peperangan melawan sekutu-sekutu Rusia dan
Cina. Maka pihak Barat membuat Dewan Peralihan Nasional Suriah. Pihak
Barat juga menyelesaikan masalah kelemahan dan tiadanya pengaruh Dewan
Peralihan terhadap realita di lapangan dengan cara menekan Tentara
Kebebasan Suriah dan mengaitkan dukungan kepada Tentara Kebebasan dengan
kesiapan Tentara Kebebasan untuk tunduk di bawah bendera Dewan
Peralihan Nasional. Dan inilah yang saat ini terjadi.
Kedua
belah pihak semakin perlu untuk menarik kawasan Suriah kepada
peperangan ‘lewat perantaraan’ ini pada waktu-waktu terakhir ini karena
tebalnya ‘file-file’ yang menggantung di antara kedua belah pihak. Sikap
AS dan Barat yang mendukung Taiwan, menerapkan banyak persyaratan bagi
barang-barang ekspor dari Cina, dan menuntut Cina untuk menaikkan harga
mata uangnya, belum lagi niat jahat AS terhadap Korea Utara, telah
membuat Cina tidak bisa tinggal diam. Tekanan AS dan Barat terhadap Iran
dan penempatan rudal-rudal AS di Eropa tanpa mengindahkan
kepentingan-kepentingan Rusia telah membuat ‘beruang’ Rusia terbangun
dari tidur musim dinginnya akibat ‘asap’ yang ditimbulkan dari bawah
‘salju’ Moskow.
Intinya,
kekuatan-kekuatan besar yang bertarung tidak siap jika suasananya
berubah menjadi kancah peperangan yang bisa saja berkembang menjadi
perang nuklir. Maka kekuatan-kekuatan besar tersebut membuat kesepakatan
dengan rezim Nushairiyah Suriah yang telah menghadiahkan di atas nampan
emas negeri Suriah kepada mereka agar mereka bisa menjadikan sebagian
wilayah Suriah sebagai ajang pertempuran yang telah mereka
tunggu-tunggu.
Kelompok
Nushairiyah menginginkan kembali sebuah negara Nushairiyah jika mereka
kehilangan kekuasaan atas Negara Suriah. Secara sederhana, kesepakatan
ketiga belah pihak tersebut adalah pihak kapitalis Barat member tenggang
waktu lebih lama kepada rezim Nushairiyah Suriah. Pihak komunis Timur
akan mendukung rezim Nushairiyah Suriah. Sementara rezim Nushairiyah
Suriah akan menjadikan revolusi rakyat sebagai perang antar kelompok
(Nushairiyah-Syiah melawan ahlus sunnah) yang dengannya mereka bisa
mendirikan sebuah negara Nushairiyah di daerah-daerah yang dikuasai oleh
kelompok Nushairiyah, yaitu pegunungan Alawiyin dari wilayah Akar di
Suriah Selatan sampai pegunungan Thurus di Suriah Utara serta seluruh
wilayah pantai Suriah.
Sungguh
sebuah kekeliruan jika kita menganggap bahwa pergerakan Kapal Induk
Rusia menuju pelabuhan Tharsus dan ancaman para pejabat Rusia terhadap
Barat dan Amerika dari sikap mengabaikan kepentingan-kepentingan Rusia
adalah bertujuan untuk memancing kemarahan Barat. Masalahnya lebih besar
dari itu semua. Rusia, misalnya, rela menanggung kerugian dari
dilengserkannya Moammar Qaddafi, tanpa Rusia mengirimkan kapal induknya
ke Tripoli, Libia. Realitanya, Suriah dikelilingi oleh rezim-rezim yang
mendukung rezim Suriah, berbeda halnya dengan Libia yang dikelilingi
oleh negara-negara di mana revolusi rakyat meraih kemenangan dan
rezim-rezimnya memusuhi rezim Qaddafi.
Kajian
terhadap sejarah pertarungan negara-negara besar sejak awal abad 20 M
membuat kita menarik kesimpulan apa yang mungkin terjadi di Suriah jika
revolusi Suriah berubah menjadi perang antar kelompok. Sejak lama
negara-negara Arab pasca runtuhnya khilafah Utsmaniyah menjadi ajang
peperangan di antara negara-negara besar. Terutama setelah Perang Dunia
Kedua, sebab kawasan Arab sebelum perang dunia kedua berada dalam
kekuasaan penjajah Barat semata dan saat itu pihak komunis Timur belum
memiliki eksistensi yang bisa disebutkan di kawasan tersebut.
Oleh
karenanya Uni Soviet berusaha mencari tempat berpijak walau sempit agar
setelahnya mampu melebarkan sayap dan menguasai kawasan Timur Tengah
saat kekuatan Barat meninggalkan kawasan tersebut. Uni Soviet pun segera
mendukung eksistensi negara zionis dan mendukungnya dengan segala
bentuk dukungan, karena menginginkan posisi penting di kawasan itu.
Memang benar negara zionis Yahudi dilahirkan oleh rahim Barat, namun
bidan yang mengeluarkannya ke kehidupan alam nyata adalah Uni Soviet
dengan membuka pintu migrasi ke Palestina dan mengakui secara resmi
negara zionis Yahudi di Persatuan Bangsa-Bangsa agar mampu
melindunginya. Uni Soviet termasuk negara pertama yang mengakui
eksistensi negara zionis Yahudi yang dinamakan Israel itu.
Hanyasaja
keberpihakan zionis Yahudi kepada pihak Barat menghalangi kesuksesan
planning pihak sosialis Timur di kawasan Timur Tengah. Sampai akhirnya
muncul mendiang jagal Jamal Abdun Nashir dengan revolusi militernya,
nasionalisasi terusan Sues, dan keberpihakannya kepada pihak sosialis
Timur demi mencari bantuan pihak Timur. Pada saat itulah Uni Soviet
mengulurkan bantuan kepada Abdun Nashir. Arah revolusi Abdun Nashir
yang menginduk kepada sosialis Timur membuat Uni Soviet memiliki peluang
emas untuk mengembangkan sayap kekuasaannya melalui pintu gerbang
Mesir, negara terbesar di kawasan Timur Tengah.
Uni
Soviet memberikan bantuan secara total kepada Abdun Nashir,
sampai-sampai Uni Soviet mengancam akan menghantam Paris dan London
dengan senjata atom jika keduanya tidak menghentikan serangan terhadap
Mesir pada masa berlangsungnya serangan segitiga
(Israel-Inggris-Prancis) terhadap Mesir tahun 1956 M. Uni Soviet juga
mengendorkan hubungan eratnya dengan negara zionis Yahudi dengan menjaga
kemungkinan tetap bisa memperbaiki hubungan tersebut.
Setelah
terjadi revolusi militer Jamal Abdun Nashir, kemunduran kekuatan
penjajah Barat setelah perang dunia kedua, dan banyak negara Arab yang
baru saja meraih ‘kemerdekaan’ condong kepada blok Uni Soviet dan
sosialisme, maka pihak sosialis/komunis Timur mulai menjadi saingan
sesungguhnya bagi blok kapitalis Barat di kawasan Arab. Sejak itu
kawasan Arab menjadi ajang perebutan pengaruh dan ‘cuci gudang’ anggaran
antara kedua blok selama masa Perang Dingin yang merupakan kelanjutan
dari perang dunia kedua.
Masa perang dingin antara kedua blok di negara-negara Arab terbagi menjadi dua periode:
a. Periode sebelum runtuhnya Uni Soviet, diwarnai dengan banyak pertarungan ‘secara perwakilan’ antara kedua blok.
b.
Periode setelah runtuhnya Uni Soviet, dimana pertarungan terbatas
antara blok kapitalis Barat melawan blok Rusia ---sebagai pewaris Uni
Soviet--- dan sekutunya, Cina.
Sebelum
runtuh, Uni Soviet memihak Mesir dalam perang 1956 M melawan blok
Barat. Uni Soviet juga memihak Arab dalam kekalahan perang 1967 M
melawan Israel dan Barat. Pada tahun 1967 M itu juga, Uni Soviet
mendukung revolusi Yaman melawan Inggris. Pada perang 1973 M, Uni Soviet
memihak Arab saat Barat memihak zionis Yahudi. Hal yang sama dilakukan
oleh Uni Soviet saat zionis Yahudi melakukan invasi militer terhadap
Lebanon pada tahun 1982 M.
Setelah
Uni Soviet runtuh pada tahun 1991 M, Rusia sebagai pewarisnya memihak
Irak dalam perang Teluk melawan pasukan multinasional pimpinan AS. Pada
tahun 2003 M, Uni Soviet menentang invasi militer Barat pimpinan AS
terhadap rezim Shadam Husain. Perang ‘melalui perwakilan’ yang terakhir
terjadi di kawasan Timur Tengah adalah perang antara kelompok Hizbullah
(baca: Hizbul Lata, pent) Lebanon sekutu blok Timur melawan zionis
Yahudi sekutu blok Barat.
Dalam
seluruh perang ‘melalui wakil’ yang terjadi di kawasan Timur Tengah,
pelakunya adalah bangsa Arab sekutu blok Timur melawan zionis Yahudi
sekutu blok Barat, kecuali perang AS atas Irak yang dilakukan oleh AS
langsung. Persekutuan Uni Soviet dengan bangsa Barat sebenarnya bukan
didasari atas kecintaan kepada bangsa Arab dan kebencian kepada zionis
Yahudi, melainkan semata-mata untuk merealisasikan ambisi-ambisi dan
kepentingan-kepentingan Uni Soviet.
Jika
kita sedikit menarik memori kita ke belakang, kepada perang Korea 1950
M, perang Vietnam 1956 M, krisis Kuba 1962 M dan perang Afghanistan 1979
M, plus peperangan-peperangan antara kedua blok di kawasan Timur
Tengah, maka kita melihat dengan jelas bahwa peperangan antara
bangsa-bangsa biasanya berakhir dengan kesepakatan pembagian wilayah dan
kekuasaan antara kedua belah blok dan sekutunya yang berperang di atas
jutaan manusia yang tewas. Kedua blok memberikan dukungan politik dan
militer, sementara rakyat mengorbankan nyawa, harta, dan negara mereka
sebagai harga dari dukungan politik dan militer tersebut.
Inilah
hal yang akan terjadi di Suriah jika konflik berubah menjadi perang
antar kelompok. Terlebih berlabuhnya Kapal Induk Rusia di pelabuhan
Tarsus mengingatkan kita dengan perang Vietnam, di mana kapal Induk Uni
Soviet memberikan dukungan kepada sekutunya, Vietnam Utara berdekatan
dengan kapal induk Amerika Serikat yang juga memberikan dukungan kepada
sekutunya, Vietnam Selatan. Kami ingin mengingatkan bahwa kami sengaja
memaparkan cukup panjang tentang sejarah peperangan pada masa di kawasan
ini, supaya kita bisa memahami dan mengerti dengan baik perjalanan
peristiwa dan alur sejarah, agar kita bisa memetik pelajaran darinya.
Pada
peperangan-peperangan ‘melalui wakil’ yang telah lalu selalu terjadi
perimbangan dengan terbaginya perang antara pihak utara dan selatan atau
Arab sekutu komunis Timur dengan zionis Yahudi sekutu Barat; dengan
kawasan pertempuran yang terbatas.
Adapun
peperangan saat ini perimbangan perang tidak seperti perimbangan pada
peperangan-peperangan lain, karena kekuatan internasional menginginkan
peperangan ini sebagai peperangan agama antara Ahlus sunnah dan
Rafidhah. Adapaun kawasan pertempurannya terbuka lebar, sebab dalam
semua negara Islam termasuk di dalamnya kawasan semenanjung Arab,
terdapat kelompok Rafidhah dan ahlus sunnah.
Dunia
internasional, terkhusus Barat, mengetahui sepenuhnya pengertian perang
agama. Perang agama biasanya berlangsung sengit dalam jangka waktu yang
panjang, dan meninggalkan dendam dalam jiwa melebihi segala bentuk
peperangan lainnya. Pada tahun 1618 M meletus peperangan agama antara
pemeluk Katolik dan Protestan sehingga merobek-robek bangsa Eropa.
Perang itu dikenal dengan sebutan perang tiga puluh tahun, karena ia
berlagsung sampai tahun 1648 M. Jika peperangan seperti ini terjadi di
negara kita, maka seluruh negeri kaum muslimin akan terobek-robek, wallahu a’lam.
Sesungguhnya
tidak adanya kekuatan Islam yang sesungguhnya [1] akan memberikan
kesempatan emas bagi blok Barat dan blok Timur untuk menerapkan skenario
perang tiga puluh tahun terhadap negara kita.
Mungkin
ada orang yang akan mengatakan bahwa susunan kelompok di Suriah jauh
dari scenario seperti itu dan kita tengah hidup dalam periode satu blok
saja, karena blok komunis telah runtuh.
Namun
kita tidak boleh lupa bahwa Syiah Nushairiyah adalah sebuah kekuatan
militer di Suriah, menghadapi bangsa muslim Ahlus sunnah yang tidak
bersenjata. Jika Amerika Serikat memberikan dukungan kepada Tentara
Kebebasan Suriah (pro revolusi rakyat), maka yang terjadi adalah tentara
(rezim Nushairiyah) melawan tentara. Selanjutnya, sangat mungkin
Hizbullah (baca: Hizbul Lata) Lebanon yang memiliki faktor-faktor
penopang tegaknya Negara melakukan intervensi militer untuk memihak
kepentingan rezim Nushairiyah [2]. Belum lagi Iran yang akan mendorong
Irak untuk menerjuni kancah peperangan ini [3]. Keterlibatan Irak
melalui kekuatan militer Syiah yang menguasai negara Irak berarti
terbentuknya front Syiah Rafidhah bersatu, sejak dari Iran, Irak, rezim
Nushairiyah Suriah sampai Hizbullah di Lebanon.
Keterlibatan
Irak berarti saat membagi-bagi wilayah Irak telah tiba dan berada dalam
genggaman. Inilah yang diinginkan oleh AS dari Timur Tengah Baru. Boleh
jadi penarikan mundur tentara AS dari Irak ---setelah AS mengamankan
kepentingan-kepentingannya di Irak--- adalah untuk member kesempatan
kepada kekuatan Syiah di Irak untuk mendukung rezim Nushairiyah Suriah
melawan Ahlus sunnah di Suriah.
Pembagian
wilayah Irak merupakan tuntutan negara Syiah Iran guna memperkuat
pengaruh dan cengkeraman Iran atas Irak. Hal itu juga merupakan tuntuan
para pemimpin Rafidhah di wilayah Irak Selatan yang memang dipersiapkan
untuk memisahkan diri dari pemerintahan pusat di Baghdad. Bagi kelompok
suku Kurdi di Irak Utara, perang antar kelompok di kawasan Timur Tengah
member mereka jalan untuk melebarkan sayap kekuasaannya atas
wilayah-wilayah suku Kurdi di Suriah. Pada akhirnya, penarikan mundur
tentara AS dari Irak memberi tentara AS kesempatan untuk menerjuni
perang yang sengit dan menyiapkan kondisi bagi pelebaran sayap kekuasaan
front Syiah bersenjata dari Teheran sampai Beirut, yang didukung oleh
blok komunis Timur dalam rangka merobek-robek negeri kaum muslimin.
Pada
saat yang sama, kelompok muslim ahlus sunnah di kawasan Timur Tengah
menghadapi sedikitnya bantuan. Kondisi mengenaskan yang dialami oleh
muslim ahlus sunnah di Iran dan Irak sudah menjadi rahasia umum.
Sementara umat muslim ahlus sunnah di Suriah menghadapi pembantaian
setiap hari. Adapun umat muslim ahlus sunnah di Lebanon dijepit oleh
senjata kelompok Kristen dan kelompok Syiah Rafidhah.
Penerapan
skenario perang ini dan pembagian wilayah negara antara kelompok Ahlus
sunnah dan kelompok Rafidhah akan menjadikan situasi di negara-negara
front Rafidhah sebagai berikut ini:
a. Irak
Irak
akan terpecah menjadi tiga negara; negara Rafidhah yang kaya minyak di
wilayah Irak Selatan, negara Ahlus sunnah yang lemah di Irak Tengah, dan
negara Kurdistan di Irak Utara. Sementara di Suriah dan Lebanon, negara
akan terbagi-bagi sesuai wilayah-wilayah dominasi masing-masing
kelompok Ahlus Sunnah atau Rafidhah. Tentunya dengan tetap terjaganya
kepentingan-kepentingan kelompok Kristen di kawasan itu.
b. Negara zionis Yahudi
Negara
zionis Yahudi akan menjadi kepanjangan tangan blok Barat dalam
peperangan ini. Blok Barat akan meningkatkan ‘kecerdasan’ negara zionis
Yahudi dan sekaligus mempertahankan kekuatan kelompok Syiah Nushairiyah
di kawasan itu sebagai pisau beracun atas jantung kaum muslimin.
Nushairiyah
dan zionisme adalah dua wajah bagi satu mata uang. Sudah terkenal dalam
sejarah bagaimana kelompok Syiah Nushairiyah selalu berpihak kepada
setiap penjajah yang menyerbu negeri-negeri kaum muslimin. Dukungan
zionis Yahudi kepada rezim Nushairiyah Suriah akan membuat blok Barat
senang, karena blok Barat sendiri tidak bisa menampakkan dukungannya
kepada rezim Nushairiyah Suriah secara terang-terangan, demi
mempertahankan dukungan dari sekutu-sekutunya dari kelompok Sunni.
Barangsiapa
membaca surat-surat kelompok Nushairiyah kepada penjajah Prancis selama
masa penjajahan Prancis terhadap Suriah dan Lebanon, akan mengetahui
sepenuhnya bahwa permintaan zionis Yahudi sekutu Barat kepada kelompok
Alawiyah (Nushairiyah) agar mengamankan diri kepada zionis Yahudi saat
kelompok itu berada dalam kondisi terancam, bukanlah sebuah permainan
belaka. Blok Barat dan zionis Yahudi tidak menemukan sekutu di kawasan
Timur Tengah yang lebih baik daripada kelompok Nushairiyah.
Pihak
penjajah Barat sangat lihai menjamin kesetiaan antek-anteknya setelah
menghinakan mereka dan mengawasi aib-aib mereka, sama halnya dengan
kelihaian penjajah Barat mengangkat para antek tersebut sebagai
penguasa-penguasa dan mentri-mentri. Pihak Barat tidak mendukung ahlus
sunnah karena kecintaan kepada ahlus sunnah dan kebencian kepada
Nushairiyah. Dukungan penjajah Barat semat-mata didasarkan kepada
keinginan mengusir blok sosialis Timur dari kawasan Timur Tengah,
sehingga blok Barat bisa sendirian menguasai kawasan tersebut dan bisa
merealisasikan rencana-rencana jahatnya dalam memberangus
revolusi-revolusi rakyat, merobek-robek wilayah, dan merampok
kekayaannya. Caranya adalah melebarkan sayap kekuasaannya sepenuhnya
atas kawasan tersebut dengan tetap mempertahankan para anteknya,
kelompok Nushairiyah.
Dalam
kondisi peperangan seperti itu, zionis Yahudi mendapatkan kesempatan
emas untuk mengeraskan cekikan terhadap penduduk muslim Palestina dan
mencoba mengusir mereka guna menyempurnakan rencana Yahudisasi
Palestina. Zionis Yahudi akan menjadi kekuatan Yahudi bersatu yang
didukung oleh blok Barat, berhadapan dengan kekuatan Islam yang telah
terpecah-belah, saling bermusuhan, dan memerlukan bantuan dari zionis
Yahudi dan blok Barat.
Dengan
demikian, upaya mengamankan perbatasan zionis Yahudi, merealisasikan
rencana-rencana jahatnya, dan melemahkan revolusi-revolusi kaum muslimin
yang telah menumbuhkan kegentaran dalam hati kekuatan Penjajah dan
memaksa zionis Yahudi dan kekuatan-kekuatan adidaya dunia baik blok
Timur maupun blok Barat untuk mengubah taktik mereka di kawasan Timur
Tengah, akan tergantung kepada terjadinya peperangan antar kelompok ini,
berapapun harganya.
Terjadinya
peperangan antar kelompok akan membuat zionis Yahudi memetik banyak
manfaat dari revolusi-revolusi rakyat muslim sunni yang pada awalnya
menggentarkan zionis Yahudi dan mengancam eksistensinya. Jika perang
antar kelompok tidak terjadi, maka rencana-rencana jahat zionis Yahudi
akan menemui kegagalan, dan hal itu berarti masa tumbangnya negara
penjajah itu semakin dekat.
c. Negara-negara Arab dari Samudra Hindia sampai Teluk Persia
Negara-negara
Arab dari Samudra Hindia sampai Teluk Persia yang berevolusi akan
menjadi panggung ideal dan pasar ekonomi yang besar bagi perdagangan
senjata, jika peperangan antar kelompok benar-benar terjadi di kawasan
tersebut. Seperti biasanya, berhala-berhala negara-negara Arab yaitu
rezim-rezim penguasanya akan terpecah-belah memihak blok Timur dan blok
Barat, baik secara terang-terangan maupun secara diam-diam.
Pada
akhirnya, nampaknya kekuatan-kekuatan tersembunyi yang bekerja dari
belakang layar ini tetap melanjutkan efektifitas program-programnya demi
menciptakan peperangan antar kelompok. Mereka akan berusaha
mempertahankan rezim Suriah dan menjaga pemimpinnya, Bashar Asad,
meskipun di media massa mereka menampakkan dirinya sebagai pihak yang
menginginkan perlindungan bagi nyawa kaum muslimin sunni Suriah.
Rusia
tidak akan mundur dari membela rezim Nushairiyah Suriah dan
menganggapnya sebagai lampu merah. Sementara blok Barat akan menjadikan
sikap Rusia dan Cina tersebut sebagai alasan untuk melakukan intervensi
langsung guna menyelesaikan konflik di Suriah. Maka siasat blok Timur
terhadap blok Barat akan tetap sama, meskipun Uni Soviet telah runtuh.
Demikian pula siasat blok Barat terhadap blok Timur masih tetap sama,
karena keduanya memiliki kesamaan siasat yaitu kerakusan dan keinginan
berkuasa.
Kesimpulan:
- Jika
rakyat Suriah ingin menghadang dan meruntuhkan rencana jahat kekuatan
internasional ini, mereka tidak boleh mencukupkan diri dengan
demonstrasi damai. Mereka harus bergerak menuju kantor-kantor
pemerintahan dan mempersenjatai diri dengan senjata apapun, selain
senjata akidah dan iman.
- Tentara Kebebasan Suriah harus melepaskan diri dari naungan Dewan Transisi Nasional Suriah yang merupakan kepanjangan tangan blok Barat dan jangan pula menggantungkan harapan kepada Amerika yang mendengki dan memerangii kaum muslimin. Tentara Kebebasan Suriah harus mengangkat panji Laa Ilaaha Illa Allah dan hanya memohon pertolongan dan bantuan kepada Allah SWT, kemudian bersandar kepada usaha-usaha keras sendiri dan kesabaran panjang rakyat Suriah dalam rangka memerangi rezim kezaliman. Tentara Kebebasan Suriah harus meyakinkan kelompok-kelompok (minoritas) bahwa tiada manfaatnya mendukung rezim Nushairiyah Suriah dan berusaha keras untuk membunuh Bashar Asad dan saudaranya Mahir Asad guna mempercepat jatuhnya rencana jahat tersebut sebelum kesempatan hilang. Hanya kepada Allah kita bersandar.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Lajnah Siyasiyah li-Tanzhim Fath Al-Islam
(Divisi Politik Organisasi Fatah Islam)
Ahad, 5 Rabi’ul Awwal 1433 H / 29 Januari 2012 M
_____________
[1].
Aliansi rezim Nushairiyah Suriah memang didukung oleh milisi Syiah
Shabihah Suriah, milisi Hizbul Lata Lebanon, negara Syiah Itsna
‘Asyariyah Iran, negara Syiah Irak dan negara komunis Rusia. Aliansi ini
membentuk sebuah kekuatan ekonomi, politik, dan militer yang tangguh.
Namun bukan berarti tidak bisa dilawan dan dikalahkan oleh umat Islam.
Saat ini di Suriah sudah terdapat kekuatan jihad Islam yang
sesungguhnya, yang mengusung akidah Islam yang lurus dan cita-cita
menegakkan khilafah Islam dan menerapkan syariat Islam di Suriah. Di
antaranya adalah kelompok jihad Jabhah An-Nushrah, yang sering
diidentifikasikan oleh banyak penamat sebagai ‘sayap Al-Qaeda’. Jabhah
An-Nushrah telah memiliki anggota di banyak wilayah Suriah dan
operasi-operasi jihadnya mengguncangkan militer rezim Nushairiyah.
Selain Jabhah An-Nushrah, terdapat beberapa kelompok mujahidin Islam
lain seperti brigade Ahrar Asy-Syam, brigade Al-Anshar, brigade Saraya
At-Tauhid, dan lain-lain.
Tentara
Kebebasan Suriah adalah sebuah organisasi yang menyatukan para
tentara/polisi yang disersi dan berpihak kepada revolusi rakyat muslim
Suriah. Secara umum, organisasi ini bercorak nasionalis-sekuleris. Namun
tidak semua kelompok dan satuan militer di dalamnya mengusung paham
nasionalisme-sekulerisme. Banyak kelompok dan satuan militernya yang
mengusung panji jihad fi sabilillah demi menegakkan syariat Allah dan
khilafah Islamiyah. Misalnya brigade Ubadah bin Shamit, brigade Shuqur
al-Ladzikiyah, brigade Zaid bin Haritsah, brigade Ash-Shahba’, dan
banyak lainnya. Hal itu nampak jelas dalam situs-situs resmi
kelompok-kelompok dan kesatuan-kesatuan militer tersebut.
Maka
tidak seyogyanya memandang perjuangan kelompok dan kesatuan militer
tersebut sebagai perjuangan nasionalis-sekuler yang tidak bernilai jihad
fi sabilillah, hanya karena secara organisasi berada di bawah paying
Tentara Kebebasan Suriah.
[2].
Keterlibatan milisi Syiah Hizbul Lata Lebanon bersama militer rezim
Nushairiyah Suriah dalam membatai warga sipil muslim sunni Suriah sudah
menjadi rahasia umum. Media massa Suriah, Timur Tengah dan internasional
hampir setiap hari menampilkan berita dan video tentang hal itu. Selama
beberapa pecan terakhir, militer rezim Nushairiyah Suriah dan milisi
Hizbul Lata Lebanon sibuk mencari 12 warga Lebanon yang ditahan oleh
mujahidin dan Tentara Kebebasan Suriah. Siapa lagi ke-12 warga Lebanon
itu jika bukan anggota milisi Hizbul Lata yang tertawan dalam kontak
senjata? Puluhan warga Lebanon yang tewas di Suriah dan diangkut serta
dimakamkan di Iran, siapa lagi mereka itu jika bukan anggota milisi
Syiah Hizbul Lata?
[3].
Keterlibatan negara Syiah Itsna ‘Asyariyah dalam pembantaian atas warga
muslim sunni Suriah sudah menjadi rahasia umum. Pernyataan para
wartawan dan petinggi Iran sendiri menegaskan bahwa militer Iran melatih
pasukan khusus Suriah untuk memberangus para demonstran dan membantai
penduduk sunni. Iran juga mengirimkan persenjataan dan amunisi kepada
militer rezim Suriah, melalui pesawat-pesawat sipil dan Kapal Induk Iran
yang ironisnya sempat berlabuh di pelabuhan Jedah. Iran juga
mengirimkan sedikitnya 15.000 anggota pasukan khusus (Quds Force) untuk
memerangi para demonstran, mujahidin, dan Tentara Kebebasan Suriah.
Tentara Kebebasan Suriah pernah menayangkan video para tentara elit Iran
yang berhasil mereka tawan.
Keterlibatan
negara Syiah Irak di Suriah juga sangat jelas. Irak mengirimkan minyak
bumi Irak ke Suriah dalam jumlah sangat besar dan sebagai gantinya
Suriah menyerahkan produk ekspornya untuk dijualkan oleh Iran dan Irak
yang bernilai miliaran dolar. Milisi-milisi Syiah Irak juga mengirimkan
personil dan persenjataan untuk memerangi para demonstran, mujahidin,
dan Tentara Kebebasan Suriah.
International Jihad Analysis
filter your mind, get the truth
[arrahmah.com/khoirunnisa-syahidah.blogspot.com]filter your mind, get the truth
Posting Komentar