Beberapa
waktu lalu, negeri ini dihebohkan oleh berita penipuan berkedok
investasi oleh sebuah lembaga usaha di Tangerang Banten.
Sebuah
harian ibukota menyebutkan sekitar 140 ribu nasabah jadi korban
investasi bodong itu. Sekalipun jumlah dana yang raib belum bisa
dipastikan, jika dirata-rata setiap korban menyetorkan dana Rp 1 juta,
maka dana terhimpun mencapai ratusan miliar rupiah. Padahal investasi
terendah untuk menjadi nasabah sebesar 2,5 juta rupiah.
Aneh
memang, di zaman serba modern ini masih ada orang yang bisa ditipu.
Jika hanya satu orang mungkin bisa dianggap ‘apes’ kata orang Jawa. Lalu
bagaimana jika ratusan ribu orang? Tentu ada masalah di sini.
Gemerlap Dunia
Semakin
canggih teknologi ternyata tidak menjamin manusia semakin cerdas.
Sebaliknya, justru semakin banyak orang jadi korban teknologi. Kasus
penipuan dengan berbagai macam kedok sebenarnya bukan kali ini saja.
Tetapi karena mental sebagian masyarakat kita yang pragmatis, selalu
saja ada yang mau jadi korban penipuan.
Hal
itu tidak lain karena tidak mampunya rasio dan hati bekerja dengan
baik, sehingga pikiran dan angan-angannya selalu harta dan harta.
Berbagai cara pun dilakukan untuk mendapatkan harta.
Sekiranya
ditindaklanjuti dengan usaha yang benar tentu tidak mengapa. Tapi jika
diwujudkan dengan cara-cara yang haram tentu akan sangat merugikan.
Tidak saja diri dan keluarga, tapi masyarakat luas. Bukan saja di dunia
tapi juga di akhirat.
Dunia
memang menggiurkan, tapi harus diwaspadai. Jika tidak cukup ilmu dan
tidak cukup mental sabar bisa ditelan gemerlapnya dunia. Itulah yang
dialami oleh Qarun dan Tsa’labah. Keduanya adalah wujud manusia yang
terbuai gemerlapnya dunia.
Islam
tidak mengharamkan umatnya menjadi kaya, bahkan harus ada yang menjadi
kaya raya. Tapi ingat kaya itu tidak bisa diraih dengan santai-santai,
ongkang-ongkang kaki, atau leyeh-leyeh (Jawa,red). Kekayaan itu hanya bisa diraih dengan kerja keras.
Sekalipun harus memilih jalur investasi, pilihlah investasi yang sesuai syariah, jika ada.
وَلاَ
تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى
الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقاً مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ
وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada
harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 188).
Tetap Dalam Islam
Menjadi
seorang Muslim di era modern ini tentu tidak sepi dari cobaan, godaan
dan ujian. Satu di antaranya yang terkuat adalah godaan harta dunia.
Ayat di atas setidaknya membuat kita sadar bahwa dalam kondisi ekonomi
bagaimanapun kita tetap harus bersama orang-orang yang tetap mengharap
ridha Allah bukan yang memperturutkan hawa nafsunya.
وَتَحْسَبُهُمْ
أَيْقَاظاً وَهُمْ رُقُودٌ وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ
الشِّمَالِ وَكَلْبُهُم بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيدِ لَوِ اطَّلَعْتَ
عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَاراً وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْباً
“Dan
bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya
di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah
kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia
ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami
lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah
keadaannya itu melewati batas.” (QS. al-Kahfi [18]: 28).
Hal
inilah yang mendorong para sahabat Rasulullah Shallahu ‘alaihi Wassalam
tetap dalam dakwah dan Islam sekalipun hidup dalam tekanan dan situasi
yang tidak menguntungkan. Sayyidah Khadijah rela mengorbankan seluruh
harta kekayaannya demi dakwah. Abu Bakar juga tidak sedikit merelakan
harta bendanya demi dakwah Islam.
Mereka
yang kaya berkontribusi dengan harta mereka demi Islam. Sedangkan
mereka yang miskin tak sedikitpun goyah keimanannya hanya karena tawaran
dinar dan dirham. Semua konsisten bersama Rasulullah saw membangun
Islam jaya.
Demikian
pula kita hari ini. Sudah seharusnya kita mengikuti apa yang telah
diteladankan oleh Rasulullah beserta seluruh sahabatnya. Sungguh
kesukaran di dunia ini hanyalah sementara. Maka janganlah sampai kita
dipalingkan dari akhirat, tempat di mana kenyamanan dan siksaan akan
kekal selamanya.
Kaum Muslim berbeda dengan kaum kafir, yang berbangga-banggakan dengan harta benda. Kelak semua itu tidak memiliki nilai guna.
إِنَّ
الَّذِينَ كَفَرُواْ لَن تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلاَ
أَوْلاَدُهُم مِّنَ اللّهِ شَيْئاً وَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ
فِيهَا خَالِدُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang kafir baik harta-harta mereka maupun anak-anak mereka,
sekali-kali tidak dapat menolak azab Allah dari mereka sedikitpun. Dan
mereka adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. 3 : 116).
Syukruilah Imanmu
Satu
hal yang sering dilupakan oleh sebagian besar umat Islam adalah nikmat
iman. Sungguh nikmat ini adalah nikmat termahal tiada duanya di dunia
ini. Nikmat rizki berupa harta benda Allah berikan kepada seluruh
makhluk-Nya di muka bumi. Muslim atau kafir. Tetapi nikmat iman hanya
Allah berikan kepada yang dikehendaki-Nya.
“Dan
tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah
menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan
akalnya.” (QS. 10 : 100).
Pada
ayat berikutnya Alla jelaskan secara gamblang betapa mahalnya nikmat
iman itu. Sekalipun segala upaya dilakukan agar seorang manusia bisa
beriman, jika Allah tidak menghendakinya, mustahil akan masuk keimanan
dalam dadanya.
“Kalau
sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang
telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala
sesuatu*ke hadapan mereka[498], niscaya mereka tidak (juga) akan
beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui.” (QS. 6 : 111).
Jangan
sampai karena kita silau terhadap dunia kita abaikan nikmat tertinggi
yang Allah berikan kepada kita berupa iman. Padahal ketiadaan iman bagi
seorang manusia adalah musibah besar dan bencana abadi sepanjang zaman.
Jika ingin kaya, bekerjalah sungguh-sungguh secara halal dan thayyib. Jangan
mudah tergiur dengan tawaran yang menghipnotis akal sehat. Dunia ini
punya hukum (sunnatullah) maka berbuatlah sesuai hukum itu. Belum pernah
ada sejarah orang kaya tiba-tiba. Oleh karena itu jangan mudah
mengambil keputusan potong kompas.
Nabi Saw bersabda: “Ada
dua hal yang paling aku takuti menimpa kalian, yaitu: menuruti hawa
nafsu dan banyak angan-angan. Sesungguhnya menuruti hawa nafsu itu dapat
menghalangi dari kebenaran, dan banyak angan-angan itu sama dengan
mencintai dunia.”
Semoga kita tetap di jalan yang lurus dan menjadi Muslim yang beriman.*/Imam Nawawi
[khoirunnisa-syahidah.blogspot.com]
Posting Komentar