Tiba-tiba,
seorang terdengar suara pramugari mengumumkan, tanda shalat subuh telah
tiba. Seorang penumpang, berbadan tinggi besar, di dereten kursi no 27
D, berdiri dan menghadap ke belakang.
“Bapak-bapak, ibu-ibu, silahkan ambil tayammum dan kita shalat subuh berjamaah,” ujarnya.
Setelah
lima menit, setelah 26 penumpang di belakangnya siap, ia baru memulai
menjadi imam dengan suara keras. Bahkan suara “Amin” saat ia usat
membaca surah Al-Fatihah begitu keras
Meski
suara makmum terdengar bergemuruh memenuhi ruang pesawat. Sebagian
besar di antara mereka tetap menikmati tidur. Beberapa di antaranya ada
yang tergugah dan cepat-cepat mengikuti shalat begitu mendengar suara
keras “amin” dari makmum. Sebagaian, bahkan menarik selimutnya dari
terpaaan Air Conditioner (AC).
Pria
tinggi besar itu adalah Ahmad Rosyidin. Seorang pembimbing umroh dan
haji dari Mihrob Qolbi, Jakarta, yang saat itu sedang membawa jamaah
umroh sebanyak 26 orang.
Lebih
30 menit berlalu, awak kabin yang tampil wangi dan rapi (yang wanita
menggunakan jilbab) datang membawa makanan. Menarik, karena tiba-tiba,
jamaah yang tadi terlihat tidur pulas, tiba-tiba bangun dan memesan
makanan.
Dua jam setelah awak kabin membersihkan sisa makanan dan menarik selimut, ia mengumumkan sebentar lagi, pesawat akan mendarat.
“Sebentar
lagi kita akan mendarat di Bandara Cengkareng. Silahkan memasang sabuk
pengaman dan menegakkan sandaran kursi,” ujarnya.
Hingga pesawat landing dengan
mulus tepat pukul 08.15 pagi waktu Indonesia, banyak penumpang terlihat
belum shalat subuh. Hingga akhirnya semua penumpang bersiap turun.
Sebagian menyalakan handphone dan Blakcberry (BB) masing-masing.
Seorang jemaah muda, berteriak dengan kencang. “Chelsea menang 4:3,” ujarnya pada kerabatnya di bangku belakang.
Rupanya, ia baru saja membuka berita dari sebuah situs online, pertandingan memperebut trofi Liga Champions antara Chelsea dengan Bayern Munich dalam drama adu penalti.
***
Bukan Semata Bisnis
Pemandangan
seperti ini bukan sesuatu yang aneh bagi jamaah haji atau umroh asal
Indonesia.Tak sedikit jemaah asal Indonesia tidak paham adab dan
hukum-hukum memasuki tanah haram. Yang menyedihkan, banyak di antara
mereka tak bisa membedakan kehadirannya di Kota Suci Makkah al
Mukarramah dan Madinah al Munawwarah karena panggilan Allah Subhanahu
Wata’ala semata.
Pernah
di sebuah media nasional, jamaah haji di seluruh dunia dikejutkan
dengang nada dering dari handphone seorang jamaah asal Indonesia yang
yang kala itu sedang thawaf. Bukan apa-apa, kala itu, nada deringnya
berbunyi keras dengan nada lagu “goyang dombret” di dekat Ka’bah.
Kasus
seperti ini diakui Sholeh (bukan nama sebenarnya). Mahasiswa tahun
kedua di Universitas Ummul Quro’ Saudi Arabiyah ini menuturkan, dirinya
kadang bersedih melihat tingkah-pola jamaah haji dan umroh asal
Indonesia. Pria yang mengaku telah dua tahun menjadi pembantu pembimbing
jamaah haji dan umroh ini mengeluh, karena seringnya ia mendapat
pertanyaan dari warga Saudi atau warga asing yang beribadah di tanah
suci tentang kejanggalan dan hal-hal yang dinilai aneh tentang warga
Indonesia.
Pernah
dalam perjalanan umroh di tahun 2009, dia hampir dibuat malu oleh salah
satu jamaahnya, kebetulan istri seorang pejabat di Jakarta, berangkat
ke Masjid Haram Makkah dengan dandanan menor.
“Dari hotel, dia sudah mengenakan pakaian (maaf) menor dan memperlihatkan lekuk-tubuhnya,” ujarnya mengenang.
Hal-hal
lain yang juga sering membuatnya malu dan membuat ia sering diledek
warga lokal (Saudi), adalah jamaah umroh yang dengan gaya penuh menggoda
saat menawar barang-barang di toko atau di di jalan sepulang dari
shalat di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram.
“Padahal, bagi warga Saudi, adalah aib besar, seorang wanita menawar dengan gaya seperti itu.Apalagi tanpa mahram.”
Akibat
ulah jamaah itu, ia sering dibuat malu. Sehingga orang-orang Arab dan
Timur Tengah punya kesan, wanita-wanita asal Indonesia itu gampangan.
“Ya
shodiq, mereka ini Tamu Allah atau plesir?”, begitu seorang teman Arab
nya pernah bertanya tentang perilaku jamaah asal Indonesia.
Sholeh menilai, dari pengalamannya menjadi pembantu pembimbing, dua hal yang menyebabkan itu terjadi. Pertama, banyak jamaah kurang paham tentang; adab, akhlaq, sikap dan fikih (hukum) ketika mereka datang ke Kota Suci. Kedua,
kurangnya pembimbingan yang memadai dari perusahaan pemberangkatan
jamaah haji dan umroh (KBIH), tentang untuk apa dan bagaimana seharusnya
datang ke Tanah Suci.
Berdasarkan
pengalaman itulah, Ahmad Rosyidin dari Mihrob Qolbi mengakui, menejemen
di KBIH nya sepakat dalam urusan mengantar jamaah haji dan umroh yang
“tidak biasa”. “Tidak biasa” yang dia maksud adalah melayani jamaah haji
dan umroh tidak semata-mata bisnis, tapi ada sisi lain, yakni
berhidmat membantu jamaah mendapatkan sesuatu dalam perjalanan memenuhi
panggilan Allah SWT tersebut.
“Salah
satu aqad perjanjian yang kami rasakan paling berat saat menjadi
pembimbing adalah pasal di mena mengatakan bahwa sah dan tidaknya ibadah
jamaah itu ada di tangan pembimbing,” ujar Rasyidin.
Karena
itulah, Rasyidin mengaku, sejak sebelum berangkat, sampai pada
perjalanan pertama hingga akhir, jamaahnya terus mendapat bimbingan dan
ada evaluasi yang ketat. Khususnya menyangkut adab, tata-krama di Kota
Suci hingga masalah-masalah menyangkut fikih ibadah. Bahkan yang
menarik, bimbingan dan pembinaan ruhani ini terus dilakukkan, sampai
jamaah pulang ke tanah air.
Ia
megakui, selama beberapa kali mengantar jamaah, belum ada sikap
aneh-aneh dari jamaahnya saat menjadi Tamu Allah. Menurutnya, ini
terjadi karena bimbingan dan pengawasan dilakukan terus-menerus. Bukan
apa-apa, hal-hal kecil sangat diperhatikan. Termasuk tentang adab dan
akhlak saat masuk ke tanah suci, tentang cara berpakaian, perilaku
menghadapi pedagang saat belanja dll.
Ia
pernah memperhatikan kasus lucu sekaligus menyedihkan. Di mana ia
mendapati seorang jamaah umroh dari KBIH tertentu yang berbisik pada
temanya, jika ia masih menggunakan celana dalam saat masih menggunakan
pakaian ihram. Ada juga yang lain, beberapa jamaah asal Indonesia
melakukan sa’i di Sofa dan Marwah menggunakan baju biasa.
Rosyidin
khawatir, kasus-kasus seperti itu akan terus terjadi jika semua yang
berkaitan dengan masalah haji dan umroh sekedar urusan bisnis. Padahal
seharusnya tidak begitu.
“Kami
menilai, haji dan umroh ini kan urusan dengan Allah, namanya saja
mereka di sebuh sebagai tamu Allah. Karena itu, seharusnya, urusan haji
dan umroh tidak semata-mata hanya urusan bisnis, tapi ada faktor lain,
yakni, ibadah. Yakni, bagaimana bisa beramal untuk mengantar orang
memenuhi panggilan Allah secara sempurna agar ketika pulang, ibadahnya
benar-benar mabrul dan makbul,” tambah Rasyidin yang mengaku pernah
menjadi “ajudan” dai kondang, KH Abdullah Gymnastiar atau akrab
dipanggil Aa Gym ini.
Sebut
saja Abdul Rasyid (54), seorang pejabat di seuah institusi
pemerintahan di Jakarta mengakutelah puluhan kali haji (apalagi umroh).
Selama itu pula, ia sering berganti KBHI dan pembimbing haji.
Dari
pengalamannya itu, mantan aktivis masjid kampus ini mengakui,
sedikitperusahaan jasa penyelenggara haji dan umroh yang secara ketat
mengawasi dan melayani jamaahnya dalam urusan ibadah. Umumnya, begitu
tiba di Tanah Suci, pihak pembimbing melepas begitu saja jamaahnya,
seolah-olah mereka itu sudah paham semua.
“Saya
menemui seorang yang ketika hampir pulang, dia tidak bisa membedakan
mana Raudah dan makam Nabi,” ujarnya saat saya temui di sebuah hotel di
depan Majidil Haram.
Ada
pula yang menurutnya sudah umum terjadi, baik jamaah haji atau umroh.
Jika sudah pulang dan berada di Bandara Jeddah, semua perilaku dan
dandanan aslinya tatkala di Tanah Air, muncul kembali.Seolah mereka lupa
baru saja menghadap Allah.
“Kalau
sudah di Bandara, bisa kita lihat tuh gaya aslinya. Tadinya rapi
menutup aurat, langsung tampil seronok kembali. Bahkan tadinya khusu’ di
masjid, belum satu hari, di pesawat saja sudah tidak sholat.”
Karenanya,
Abdul Rasyid menyarankan para calon jamaah memilihi KBIH dan pembimbing
yang benar. Bukan apa-apa, alangkah sia-sia nya mengeluarkan uang,
tetapi sesungguhnya ibadah kita belum tentu di terima.
“Kasihan
kan, sudah keluar uang banyak, taunya ibadahnya banyak yang batal alias
tidak diterima. Udah gitu, kita ke sono (Tanah Suci) kan menghadiri
undangan Allah. Rugi jika kehadiran kita justru hanya sekedar plesir,
gak dapat apa-apa,” ujarnya.*
Ahmad Sunan[Alhamdulillah beberapa kali ditakdirkan bisa menjadi tamu Allah di Tanah Suci][khoirunnisa-syahidah.blogspot.com]
Posting Komentar