“Itu
kan dibuat oleh Denny JA dalam rangka mencari basis dukungan, karena
dia pingin jadi presiden dan atau menteri,” kata Munarman kepadaarrahmah.com, Jakarta, Selasa (12/6).
Lanjutnya,
film tersebut selain memiliki unsur politis, juga tak lebih sebuah film
fiksi, yang tidak memiliki basis keilmuan agama.
“Itu film khayalan. Secara aqidah, memang perkawinan beda aqidah batal demi hukum lah,” ujar Munarman.
Munarman
pun menilai, pada dasarnya film tersebut jika memang diarahkan untuk
dukungan politik, tidak akan mendapat target yang memuaskan dan
keuntungan yang signifikan bagi pembuatnya.
“Jadi,
Denny JA akan kecewa kalau pembelaan dia terhadap Ahmadiyah itu
bertujuan untuk menjadikan jemaat Ahmadiyah sebagai basis massa karena
jumlah jemaat Ahmadiyah di Indonesia itu tidak lebih dari 10.000 orang,”
papar Ketua An Nashr Institute ini.
Sedangkan,
apabila film tersebut dibuat sebagai dukungan ideologis dan teologis,
menurut Munarman pembuat film akan lebih merugi lagi di dunia dan di
akhirat.
“Kalau
itu dia maksudkan untuk mendapatkan reputasi sebagai pembela Ahmadiyah
dari negara kafir barat, maka perbuatannya hanya akan menghasilkan
neraka jahanam,” tandasnya.
Sebagaimana
diberitakan, telah dirilis sebuah film pendek "Romi dan Yuli dari
Cikeusik" karya Hanung Bramantyo. Dengan tokoh Juleha, yang biasa
dipanggil Yuli, berasal dari keluarga muslim garis keras dan Rokhmat,
yang biasa disapa Romi, adalah seorang penganut Ahmadiyah.
Keduanya
saling mencintai dan berencana menikah. Di dalam film tersebut
digambarkan, rencana mereka berubah setelah kedua orang tua mereka tidak
setuju dengan pernikahan beda keyakinan. (bilal/arrahmah/khoirunnisa-syahidah.blogspot.com]
Posting Komentar