“Mereka (kelompok liberal) seolah mengklaim diri mewakili silent majority.
Omong kosong. Fakta di lapangan, klaim-klaim itu tidak terbukti sama
sekali. Bahkan di internet, masyarakat yang minta JIL dibubarkan jauh
lebih besar ketimbang yang mendesak agar FPI dibubarkan. Mulai sekarang,
berhentilah seolah-olah mewakili mayoritas,” ungkap Munarman tegas.
Seperti
kita ketahui, kelompok liberal ingin melakukan apa saja dengan
sebebas-bebasnya. Mereka tidak ingin ada yang melarang. Padahal, negara
ini memiliki konstitusi yang berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.
Karenanya, Pasal 28 UUD 45, harus memperhatikan norma dan nilai-nilai
budaya setempat.
Munarman
merasa heran dengan tuduhan kaum liberal yang mengatakan, seolah negara
ini tunduk dengan keompok Islam tertentu. Padahal, kaum liberal juga
mencoba mengendalikan negara untuk memuluskan kepentingannya, menebar
paham liberalisme di tengah masyarakat.
“Orang
liberal yang bernafsu ingin membubarkan FPI, jelas upaya untuk
mengendalikan negara juga. Begitu pula, saat mereka (kaum liberal)
menolak RUU APP, bukankah ini juga bentuk usaha mengendalikan negara.
Disitu sisi umat Islam dilarang mengendalikan negara, sementar kelompok
liberal dengan bebas mengendalikan negara. Ini nggak bener.
Menurut
Munarman, kalau mengaku diri mereka liberal, bebaskan saja, kita
sama-sama mengendalikan negara. Jangan giliran orang Islam diharamkan
mengendalikan negara, sedangka orang liberal dihalalkan mengendalikan
negara. Justru itu cara berpikir yang tidak liberal. Bahkan mereka telah
mengkhianati liberal itu sendiri. Mereka juga fasis soal liberalisme.
Menanggapi
tudingan seniman liberal Ratna Sarumpaet, yang menilai FPI sebaiknya
tidak hanya concern dengan hal-hal yang menyangkut halal-haram dan
kemaksiatan. Tapi juga peduli dengan persoalan kemiskinan dan persoalan
TKI di negeri jiran. Dengan enteng Munarman menjawab, selama ini FPI
sudah bekerja untuk peduli dengan masalah kemanusiaan.
“Bukan
hanya FPI, semua ormas Islam bekerja untuk peduli dengan masalah
kemanusiaan. Saya sendiri pada tahun 2010, pernah mendatangi seorang TKI
di RS Madinah untuk memberi bantuan berupa uang, sekaligus memberi
advokasi hukum.”
Saat
terjadi Tsunami di Aceh, FPI turun untuk membantu mengangkat
mayat-mayat yang bergelimpangan di jalan untuk dishalatkan. Begitu juga,
saat terjadi tragedy kemanusiaan, gempa bumi dan bencana alam lain di
sejumlah daerah di Indonesia, seperti Merapi, Mesuji, dan sebagainya,
FPI selalu terlibat. Tapi, rupanya media-media nasional tidak tertarik
untuk memberitakannya.
Realitanya,
media nasional lebih suka memberi stigmatisasi kepada FPI dengan
tayangan-tayangan gambar dan pemberitaan yang tendensius. Boleh jadi,
media sekuler itu memiliki prinsip: Bad News is Good News! Atau
pemilik modalnya memang anti dengan Islam dan ormas Islam seperti FPI.
“Jadi tidak benar, jika FPI dan ormas Islam lain tidak melakukan
apa-apa,” sanggah Munarman. Desastian[voai/khoirunnisa-syahidah.blogspot.com]
Posting Komentar