Seperti
diungkapkan Meteri Perindustrian Mohammad S. Hidayat. Dia mengatakan
untuk membangun dermaga, kapal laut, landasan airport, jembatan, rel
kereta api, jaringan listrik, telomunikasi dan lain-lain membutuhkan
mineral logam seperti besi baja, aluminium, nikel, tembaga dan lainnya
tetapi semuanya itu harus diimpor dari luar negeri.
“Untuk
membangun itu, kita masih mengandalkan impor bahkan ada yang 100% harus
impor, padahal negara yang memproduksi baja, aluminium, nikel dan
lainnya ,mendapat pasokan bahan baku dari Indonesia seperti Jepang dan
China,” kata Hidayat di kantornya, Jalan Jend. Gatot Subroto, Rabu
(13/6/2012).
Seperti
Besi Baja, lanjut Hidayat, kebutuhan besi baja dalam negeri saat ini
sebanyak 4 juta ton per tahun berupa iron ore, sponge iron, pellet dan
skrap dimana seluruhnya masih impor.
“Nikel,
industri hilir berbasis nikel seperti stainless steel dan nickel alloy
belum tumbuh di dalam negeri. Sementara itu, kebutuhan stainless steel
dan nickel alloy untuk memenuhi kebutuhan sektor konstruksi, minyak dan
gas, otomotif, elektronik, permesinan, railway, dan lain-lain sangat
besar dan sepenuhnya masih diimpor. Nilai tambah produk hilir berbasis
nikel akan meningkat 105 kali dibandingkan ekspor bijih nikel,”
jelasnya.
Apalagi
saat ini terjadi ekspor besar- besaran seperti Aluminium. Pada tahun
2011, ekspor komoditas ini mencapai 40 juta ton per tahun atau naik 5
kali lipat dibanding 2008.
“Dalam
beberapa tahun terakhir ekspor besar-besaran juga terjadi pada bijih
nikel yaitu sebesar 33 juta ton pada 2011 atau meningkat 8 kali
dibandingkan pada 2008,” ucapnya.
Makanya,
pemerintah mengeluarkan aturan pengendalian ekspor khususnya pada 2014
tidak boleh lagi bahan mentah yang diekspor dan saat ini untuk 65 jenis
bahan mineral jika ingin diekspor mentah-mentah dikenakan bea keluar
yang rata-rata sebesar 20%.
“Tujuannya
untuk mengendalikan ekspor yang cenderung meningkat drastis. jangan
sampai kalai dibiarkan seperti candangan bauksit yang bisa habis 4-5
tahun ke depan, seperti cadangan cadangan terbukti bijih besi bisa habis
9 tahun lagi apabila semuanya tidak dikendalikan ekspornya,” jelasnya.
Sambil
menunggu aturan larangan ekspor tersebut yang berlaku pada 2014,
pemerintah saat ini terus mendorong investasi di sektor hilir untuk
industri pengolahan yakni pabrik smelter.
“Kita
dorong ini, seperti di sektor agrobisnis industri smelternya sudah
tumbuh, ini yang kita inginkan juga untuk disektor pertambangan
mineral,” tandasnya. (detikfinance/khoirunnisa-syahidah.blogspot.com]
Posting Komentar