Oleh karena itu Syarif mengaku heran kenapa belum-belum soal polisi
syariah ini sudah ramai diperdebatkan. Syarif juga menilai Kementerian
Dalam Negeri tidak melihat secara utuh Perda Syariah Nomor 12 Tahun 2009
Kota Tasikmalaya itu.
“Inti Perda ini terdiri dari pelaksanaan kaidah, keyakinan, dan ibadah,”
kata Syarif, Jumat 8 Juni 2012. Ia menegaskan, dalam Perda tersebut
tidak ada diskriminasi antara agama satu dengan lainnya karena kehidupan
bermasyarakat di Tasikmalaya dilihat dari akhlak, perilaku, dan budi
sesuai agama yang dianut masing-masing warga.
Syarif menambahkan, Perda tersebut sudah dibuat sejak tahun 2009. Namun
Perda itu belum bisa dilaksanakan karena harus menunggu Peraturan
Walikota yang sampai saat ini belum turun. Perwal sendiri belum turun
karena masih ada polemik mengenai hal ini di tengah masyarakat Tasik.
Apapun mengenai penerapan syariah di Kota Tasikmalaya sudah melalui
kajian dari ahli hukum agar pelaksanaannya tidak tumpang tindih dengan
peraturan lain yang berlaku.
Sebelumnya Mendagri menyatakan pembentukan polisi syariah tidak bisa
dilakukan oleh daerah karena hal itu merupakan kewenangan pusat. “Bidang
agama syariah itu urusan pusat dan tidak diserahkan ke daerah. Daerah
tidak bisa membuat Perda yang bukan kewenangannya sehingga tidak mungkin
Perda itu disetujui. Itu akan kami koreksi,” ujar Gamawan.
Mendagri pun mengatakan akan segera memanggil pejabat Pemerintah Kota
dan DPRD Tasikmalay untuk meminta penjelasan. Secara terpisah, Kepala
Pusat Penerangan Kemendagri, Reydonnyzar Moenek, mengatakan kondisi
Tasikmalaya dan Aceh – yang sudah memiliki polisi syariah – sangat
berbeda karena Aceh berstatus otonomi khusus.
(fq/viva/khoirunnisa-syahidah.blogspot.com]
Posting Komentar