khoirunnisa-syahidah.blogspot.com - Memang
lidah tak bertulang. Bisa mengatakan apa saja. Sesuai dengan kehendak
yang memerintah lidah. Tetapi, suatu ketika lidah itu, tak akan berguna,
ketika kelak di akhirat. Menghadapi keadilan yang akan diberikan oleh
Allah Rabbul Alamin.
Setiap
manusia akan mempertanggung-jawabkan atas segala yang pernah dilakukan
di dunia. Allah Rabbul Alamin akan memberikan bentuk keadilan kepada
siapa saja, sesuai dengan amal yang pernah dijalankannya selama hidup di
dunia.
Memang,
bisa saja, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Tamsil Linrung membantah
menerima uang Rp 250 miliar dari alokasi anggaran DPID (Dana Penyesuaian
Infrastruktur Daerah), seperti yang diungkapkan oleh mantan anggota
Banggar DPR Wa Ode Nurhayati di Pengadilan TIPIKOR (Tindak Pidana
Korupsi).
"Tidak
ada sistem jatah, yang ada usulan-usulan dari daerah-daerah itu tadi
yang dibicarakan," tukas Tamsil usai pemeriksaan di KPK, Jakarta, Senin
(10/9/12).
Tamsil diperiksa sebagai saksi untuk tersangka kasus DPID, Fahd El Fouz.
Tamsil mengatakan tidak mengenal siapa Fadh. Peran Tamsil dalam
kesaksian Wa Ode disebut pernah menerima dana Rp 250 miliar dari proyek
DPID. "Sesungguhnya itu jatah konstitusional," kata Wa Ode di Pengadilan
Tipikor beberapa waktu lalu.
Wa Ode mengaku mengetahui keterlibatan Tamsil berdasarkan berkas pemeriksaan tenaga ahli Banggar, Nando.
Mengutip kesaksian Nando, Wa Ode menyebut empat pimpinan Banggar
mendapat jatah masing-masing sebesar Rp250 miliar, Ketua DPR, Marzuki
Alie, mendapat Rp300 miliar dan tiga wakilnya, Anis Matta, Priyo Budo
Santoso, serta Pramono Anung, Rp250 miliar.
Wa Ode Nurhayati didakwa menerima uang Rp6,25 miliar terkait alokasi
anggaran DPID untuk Kabupaten Pidie Jaya, Aceh Besar, Bener Meriah, dan
Minahasa. Uang tersebut berasal dari tiga pengusaha yakni Fahd A.Rafiq
sebesar Rp5,5 miliar, Saul Paulus David Nelwan sebesar Rp350 juta, dan
Abram Noach Mambu sebesar Rp400 juta.
Kalau benar kesaksian Wa Ode Nurhayati itu, betapa uang rakyat (APBN) ini hanya berputar di sekitar para pemimpin partai saja.
Sedangkan
rakyat yang diwakili tetap menderita dan hidup di bawah garis
kemiskinan. Lalu. Apa yang sejatinya yang diperjuangkan oleh wakil
rakyat? Tidak lain, hanyalah dirinya sendiri, dan golongannya. [af/ilh/khoirunnisa-syahidah.blogspot.com]
Posting Komentar