1.Selain via ortu/wali, ada yang coba cari belahan hatinya dengan mencari sendiri tanpa mak comblang
2.Mugkin krn ada yang malu mengungkapkan keinginannya untuk menikah kepada orang lain
3.Atau mungkin ada yang tidak mudah percaya orang lain untuk pencarian jodoh, sehingga pilih mencari sendiri.
4.Tapi ada yang pilih jalan ini, sebenarnya hanya karena iseng-iseng, macam iseng-iseng berhadiah.
5.Ya, gak dipungkiri apalagi sekarang banyak media sosial, dengan media itu, sesuatu yang pribadi tak lagi privasi
6.Jejaring sosial facebook or twitter jadi ajang curcol alias curhat colongan tentang masalah2 pribadi
7.Bukan karena kebetulan, tapi secara sengaja ada yang update status nyerempet masalah2 nikah, lalu dikoment teman2ya
8.Ada yang menyebutnya perilaku seperti itu sebagai akhwat ganjen or ikhwan genit. Suka mampir di status lawan jenisnya.
9.Berawal dari komentar, suka, bagikan itulah, klo kebtulan nyambung ada yang berani ajak ngobrol via chating
10.Yang kurang berani, biasanya kirim via inbox, entah apa yang dikirim. Mungkin awalnya pesan biasa, tapi setelah itu? Entahlah
11.Nah, mereka lupa kalau mereka lawan jenis apalagi single, pasti ada daya magnet luar biasa tarik menarik, antara keduanya
12.Disitulah, ide iseng2 berhadiah muncul. Mski blm ketemu ato lihat
fotonya, siapa tahu cantik, apalagi klo sholehah. Rejeki nomplok
13.Kesiapan nikah yang harusnya disiapkan jauh2 hari, tapi gara2 sering ngobrol, hanya dlm detik berubah jadi sudah siap
14.Entah itu kesiapan yang terpaksa, ataukah benar2 siap. Nekad ataukah sudah butuh untuk nikah. Pertimbangan itu diabaikan
15.Tapi, yang jelas fenomena jejaring sosial sebagai ajang ta’aruf dadakan, harus jadi renungan kita bersama
16.Jangan-jangan kita menyatakan ta’aruf dengan lawan jenis kita, bukan karena faktor kesiapan tapi faktor kebetulan
17.Pun yang menerima ta’aruf juga memakai jurus yang sama, jurus aji mumpung. Jika ini benar adanya, kita perlu berhati2
18.Karena pernikahan bukan aji mumpung, tapi pernikahan adalah pilihan hidup untuk mengakhiri masa kesendirian kita
19.Meski sebenarnya facebook or twitter cuma alat komunikasi dengan orang yang kita kenal ataupun yang tidak kita kenal
20.Dan dari segi fakta empiris, memang ada beberapa teman yang menemukan jodohnya lewat dunia maya. Tapi ini bukan dalil
21.Bukan disitu persoalannya. Persoalannya bukan dunia mayanya, tapi perilaku kita yang harus tetap dalam kontrol hukum syara
22.Karena media jejaring sosial, hanya alat. Kitalah sebagai penggunanya yang harus terkenai ‘hukum’
23.Karena pelanggaran tidak hanya di dunia maya, di dunia nyata pun bisa saja terjadi pelanggaran
24.Dulu, ketika belum ada jejaring sosial, ada telepon, handphone, maka bisa saja ketemuan dan melakukan pelanggaran syariat
25.Bahaya. Apalagi bagi yang tidak paham dengan hukum pergaulan dengan lawan jenis dalam Islam
26.Maka dalam hal perjodohan dengan hunting sendiri ini, bukan apa2 sebagai sikap kehati-hatian kita. Jangan dipilih
27.Jika ada yang memilih cara ini, sebaiknya diletakkan di akhir. Setelah meminta ke ortu, saudara atau makcomblang juga tidak bisa
28.Tentang rasa malu, takut mengungkapkan kepada orang tua, saudara, atau teman untuk jadi perantara jodoh, gak perlu dipertahankan
29.Jika akhirnya, memilih jalur ini, sebaiknya tetap harus disertai pendamping, bisa saudara, teman, ustadz, musyrif, murobi, dsb
30.Istilahnya kita ‘pinjam mulut’ mereka untuk menyampaikan maksud kita, sekaligus untuk mendampingi proses ta’aruf
31.‘Ah, saya bisa jaga diri koq’,| itu mungkin dalih pembelaan yang muncul. Ini bukan persoalan bisa berdalih jaga diri atau nggak
32.Yang pacaran aja, juga bilang ‘jaga diri’. Tapi sekali lagi, ini sebagai langkah kehati-hatian kita
33.Apalagi klo kita aktivis Islam, tingkah laku kita akan jadi sorotan. Di dunia maya or dunia nyata | Allah Maha Tahu. Wallahu’alam. [khoirunnisa-syahidah.blogspot.com]
Source: LukyRouf
Posting Komentar