"Perburuan
minyak ke luar negeri adalah keniscayaan, selain untuk menambah
produksi, kesadaran global (global awareness) akan Pertamina sebagai
perusahaan migas berkelas dunia juga meningkat," kata Komisaris Utama
Pertamina Sugiharto di Jakarta, Kamis (19/10/2012).
Sugiharto
mengatakan, Pertamina tidak boleh hanya fokus berusaha menggantikan
peran perusahaan migas asing yang mengelola blok-blok migas besar di
Indonesia.
"Pengelolaan blok migas oleh perusahaan asing ataupun
oleh perusahaan milik negara seperti Pertamina tidak akan berdampak
banyak bagi penerimaan negara," kata Sugiharto.
Dia menjelaskan,
setiap pengelolaan blok migas, baik oleh Pertamina ataupun perusahaan
asing, dilakukan atas dasar kontrak bagi hasil dengan pemerintah yang
diwakili oleh BP Migas.
"Oleh karena itu yang paling penting
adalah negosiasi berapa bagian pemerintah Indonesia dalam kontrak bagi
hasil itu, bukan siapa yang mengelola," kata Sugiharto.
Dengan
kondisi tersebut, Sugiharto mengatakan bahwa akan lebih menguntungkan
bagi Pertamina untuk mencari cadangan minyak di luar negeri dibandingkan
berusaha menggantikan peran perusahaan asing untuk mengelola blok migas
dalam negeri.
Saat ini, produksi minyak Pertamina mencapai
127.602 barel per hari, lebih rendah dari target Anggaran Pendapatan
Belanja Negara Perubahan, 132.000 barel per hari.
Sebelumnya,
anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Satya W Yudha, meminta
perusahaan milik negara itu untuk menghentikan investasi di blok Masker
Manta Gummy (BMG) lepas pantai Gippsland Basin, Australia Selatan.
Pertamina memiliki saham sebanyak 10 persen di lapangan tersebut.
Satya menilai investasi tersebut tidak menguntungkan dan bahkan berpotensi merugikan negara.
Di
sisi lain, lembaga penelitian Indonesian Resources Studies (IRESS) juga
mendesak pemerintah untuk menyerahkan pengelolaan ladang gas Blok
Mahakam di Kalimantan Timur kepada Pertamina. Blok yang saat ini sedang
dikelola oleh Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation (Jepang) itu
mampu memproduksi sekitar 2.200 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
Menurut
Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara, cadangan blok ini sekitar 27
triliun cubic feet (tcf). Sejak 1970 hingga 2011, sekitar 50% (13,5
tcf) cadangan telah dieksploitasi, dengan pendapatan kotor sekitar US$
100 miliar. Cadangan yang tersisa saat ini sekitar 12,5 tcf, dengan
harga gas yang terus naik, blok Mahakam berpotensi pendapatan kotor US$
187 miliar (12,5 x 1012 x 1000 Btu x $15/106 Btu) atau sekitar Rp 1700
triliun!
Karena itu dalam Petisi Blok Mahakam untuk Rakyat, IRESS
bersama ratusan tokoh dan lembaga pendukuunya, menyampaikan kepada
Presiden SBY dan DPR agar segera memutuskan status kontrak blok Mahakam
melalui penerbitan Peraturan Pemerintah atau Keputusan Menteri secara
terbuka paling lambat 31 Desember 2012;
"Menunjuk dan mendukung penuh Pertamina sebagai operator blok Mahakam sejak April 2017," lanjut IRESS.
Selain
itu para penandatangan petisi juga menuntut agar para pejabat yang
telah menjadi kaki-tangan asing dengan berbagai cara antara lain yang
dengan sengaja atau tidak sengaja atau secara langsung atau tidak
langsung telah memanipulasi informasi, melakukan kebohongan publik,
melecehkan kemampuan SDM dan perusahaan negara dan merendahkan martabat
bangsa segera dikikis habis. [si-online/www.globalmuslim.web.id/khoirunnisa-syahidah.blogspot.com]
anehnya negri ini...
BalasHapus