Senada dengan Bachtiar, pemerhati masalah gender Henri Shalahuddin
menilai survey LSI tersebut suatu hal yang konyol dan sarat kepentingan
liberalisasi. Henri dengan tegas mengatakan setelah isu Jaringan Islam
Liberal (JIL) tidak laku maka kelompok liberal saat ini memainkan isu
LGBT dan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk merusak tatanan masyarakat
Indonesia.
“Ada pihak asing yang mendanai kampanye LGBT dan isu HAM dengan omong
kosong intoleransi ini semata-mata agar masyarakat mau menerima LGBT dan
gaya hidup liberal,” jelasnya.
Henri menambahkan jika ada pendapat yang mengatakan LGBT itu tidak
membahayakan adalah sangat salah. Pasalnya seorang pasangan LGBT
memiliki orientasi kriminal yang lebih berbahaya ketika mereka
kehilangan pasangannya. Fakta ini sudah bisa dibuktikan dengan maraknya
kasus-kasus pembunuhan sesama LGBT yang didasari rasa cemburu yang
berlebihan.
“Bukan hanya itu saja, berapa kasus penyimpangan seksual seperti itu
yang akhirnya menyodomi anak-anak dibawah umur? Apa ini masih dianggap
normal?” jelas Henri lagi.
Jadi menurut Henri, sangat tidak tepat jika toleransi ditempatkan untuk
menyamaratakan hak LGBT di tengah-tengah masyarakat. Kelompok LGBT tidak
memiliki kaidah salah dan benar, mereka tidak peduli masalah dosa atau
tidaknya sebuah perbuatan.
Hal-hal seperti itu saja menurut Henri sangat bertentangan dengan norma
masyarakat Indonesia. Di situlah pula ia menambahkan ruang kriminalisasi
sangat terbuka lebar ketika masyarakat dipaksa untuk menerima LGBT
layaknya orang yang normal.
“Mereka di depan masyarakat berperilaku baik, tapi di belakang mereka
ingin merubah mindset masyarakat tentang agama mereka sendiri, bukankah
mereka memang sudah intoleran lebih dulu ketika memaksakan pendapat
bahwa LGBT adalah halal ke dalam aturan agama kita?,” tambah Henri lagi.
Seperti diketahui, belum lama ini LSI bekerjasama dengan Yayasan Denny
JA melakukan riset tentang meningkatnya populasi yang tidak nyaman
terhadap keberagaman di Indonesia.
Dalam riset terbaru ditemukan, 67,8 Persen masyarakat Indoensia merasa
tidak nyaman bertetangga dengan orang yang berbeda agama, 61,2 persen
dengan orang Syiah, 63,1 persen dengan orang Ahmadiyah, dan 65,1 dengan
orang homoseks (gay).
"Temuan survei ini, menyimpulkan bahwa semakin meningkat sikap toleransi
terhadap keberadaan orang lain yang berbebeda identitas sosialnya,"
kata Novriantono di kantor LSI Rawamangun, Ahad (21/10/2012).
Menurut pengertian LSI, sikap masyarakat Indonesia yang dikenal religius
yang tidak menerima aliran Syiah dan Ahmadiyah yang dianggap sesat
ulama serta kelompok yang memiliki kelainan orientasi seksual seperti
gay dianggap perilaku intoleran.* [khoirunnisa-syahidah.blogspot.com]
Posting Komentar