“Menhan justru terlihat seperti membuka ruang bagi TNI untuk kembali
seperti zaman orde baru. Makanya kami mengimbau Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mencopot Menhan yang kinerjanya sangat mengecewakan ini,”
tegas Ghufron, Jakarta, Selasa (23/10/2012).
Disayangkan juga “kesibukan” Menhan Purnomo memperjuangkan RUU
Inteilijen dan Rahasia negara, RUU Ormas, RUU Komponen Cadangan
Pertahanan Negara dan terakhir RUU Kamnas. Bentuk kesibukan Menhan
dicontohkan Ghufron dimana Menhan dan wakilnya “berkeliaran” di DPR
untuk melobi berbagai fraksi untuk menggolkan RUU Kamnas ini.
“Semua RUU yang diurus Menhan itu justru semakin memperkuat militer dan
membatasi hak sipil. Padahal tugas Menhan mereformasi militer kan?”
Imbuh Ghufron.
Ia pun menilai, Kemenhan di bawah Purnomo tidak pernah membuat
transparansi dan akuntabilitas mengenai alutsista. Purnomo dinilai
arogan dan anti kritik padahal jelas banyak yang keliru dalam sistem
alutsista negara selama dibawah kepemimpinannya. “Jelas dia terlihat
gagal dan sangat wajar kalau presiden mencopot dari jabatannya,”
tegasnya lagi.
Sementara Fraksi PDIP di DPR tetap kukuh menolak RUU Keamanan Nasional
walau pemerintah gigih “memperjuangkan” RUU itu digolkan di DPR.
“Sejak awal hingga saat ini pun PDIP tetap tegas menolaknya,” ujar
pimpinan Pansus RUU Kamnas dari Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan usai
rapat Pansus RUU Kamnas dengan Menhan RI Purnomo Yusgiantoro dan
Menkumham Amir Syamsudin.
Disampaikan Trimedya, di dalam draft terbaru RUU Kamnas yang diserahkan
pemerintah pada Selasa (16/10/2012) lalu, walau sudah dikurangi dari 60
pasal menjadi 55 pasal. Namun menurutnya tidak ada perubahan yang
subtansial. “Setelah ditelaah pasal per pasal tidak ada yang berubah.
Nyaris sama saja koq,” lontar anggota Komisi III DPR ini.
Ditambahkannya, pernyataan Menhan soal ingin membuat Dewan Keamanan
Nasional (DKN) tidak operasional tidak benar. Hal itu terlihat dalam
pasal 30 di dalam draft RUU yang terbaru itu kan jelas-jelas
operasional. “Hal itu yang mengkhawatirkan,” tegas Trimedya.
DKN di tingkat pusat dipimpin presiden, DKN propinsi dipimpin gubernur,
DKN kabupaten dipimpin bupati dan kota dipimpin walikota. “Yang jelas,
semangat mereka membungkam kebebasan sipil dengan memberi kelonggaran
kesempatan militer untuk mencampuri keamanan nasional,” tegas Trimedya.
(inilah.com/khoirunnisa-syahidah.blogspot.com)
Posting Komentar