Menurut Gus Uwik (Ketua DPD 2 HTI Kota Bogor) bahwa pengelolaan sumber
daya air saat ini di Kota Bogor tidak sesuai dengan syariah Islam.
“Pengelolaan air di kota bogor saat ini terjadi liberalisasi. Pemerintah
dalam hal ini PDAM bertindak tak lebih menjadi pedagang yang menjual
air kepada masyarakat,” jelas Gus Uwik. Padahal menurut syariat Islam
seharusnya pemerintah dalam mengelola air harus dalam sudut pandang
pelayanan, bukan pedagang.
Lebih lanjut Gus Uwik menegaskan bahwa dalam hadits yang diriwayatkan
Abu Dawud, Ahmad dan Ibnu Majah disebutkan bahwa umat manusia, baik di
Islam maupun non Islam berserikat dan mempunyai hak yang sama dalam tiga
hal, yakni air, padang rumput dan api. “Hak di sini artinya ada dua.
Pertama setiap manusia mempunyai posisi yang sama untuk mendapatkan air
dengan murah, bahkan kalau bisa gratis baik dari sisi kualitas dan
kuantitas. Kedua; air harus dikelola oleh negara dan digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” jelas Gus Uwik.
Gus Uwik juga menyoroti kenapa semua pihak lebih ribut membahas
otak-atik direksi PDAM. Sedangkan kenaikan tarif PDAM dibiarkan lolos
melenggang. Padahal jelas, kenaikan ini memberatkan masyarakat dan tidak
sesuai dengan syariah. “Ada apa ini? Kenapa kenaikan tarif pemkot dan
DPRD diam seribu bahasa?” tanya Gus Uwik.
Hai ini dikuatkan juga oleh Ace Sumanta pengurus LBH Nusantara yang juga
dewan pengurus kesenian kota bogor. Beliau menyebutkan barang siapa
yang mengabaikan air, maka murka Allah itu jelas. Tapi sebaliknya jika
kita dekat dengan air, Allah pun akan ridho. Hal ini menunjukan bahwa
bagaimanapun cara pengelolaan air atau sumber daya alam oleh seorang
yang ahli, insinyur bahkan master sekalipun, selama dikelola dengan
system yang bukan berasal dari Allah, maka pengelolaannya tidak akan
berhasil.
Sedangkan Firman dari YLBHI mengharapakan HTI bisa menjadi garda
terdepan dalam hal pemberian masukan kepada Pemkot Bogor. “Saya melihat
HTI tidak ada kepentingan apa-apa. HTI saya nilai sangat kencang dalam
menyuarakan hal-hal yang berkenaan dengan kepentingan umat,” kata
Firman. Firman juga menambahkan bahwa perubahan status air menjadi private goods dari sebelumnya public goods merupakan hal yang perlu dikritisi juga. Sebab ini sudah melenceng dari ketentuan syariah dan Undang-undang yang ada.
Sedangkan menurut bapak Abdullah Marasbesi dari PAN, masalah pengelolaan
SDA tidak hanya air saja yang bermasalah, tapi juga menyangkut
pengelolaan sumber daya alam lainnnya. Mulai dari tata ruang, kehutanan,
daerah aliran sungai dan seterusnya. “Jadi membicarakan air seharusnya
bukan membahas PDAM semata tapi juga membahas aspek yang lain. Karena
semua terkait,” terangnya. Pak Abdullah juga menegaskan bahwa masalah
pengelolaan air ini sistemik. Penyelesaiannya pun harus sistemik. “Kalau
tidak diatur dengan sistem khilafah maka tidak akan bisa,” tutur
Abdullah.
Acara yang dimulai sekitar pukul 09.00 itu ditutup sekitar pukul 11.30
dengan doa dan harapan besar bahwa jangka panjang pengelolaan sumber
daya alam seperti air yang merupakan kebutuhan orang banyak akan
dikelola dengan baik dengan sistem yang berasal dari Allah swt dalam
bingkai Khilafah Islamiyah. Lebih lanjut hasil ini akan diteruskan ke
pihak-pihak terkait, seperti wali kota dan DPRD. “Kita sudah layangkan
surat audiensi ke Walikota dan DPRD. Kita tunggu respons mereka. Adalah
tidak bijak jika Pak Wali dan DPRD mengabaikan aspirasi rakyat. Sebab
surat audiensi kita yang pertama diacuhkan. Oleh karena itu kita
layangkan surat ke dua. Semoga tidak diacuhkan lagi. Kita merasa aneh
jika tidak ditanggapi. Ada apa gerangan?,” terang Gus Uwik. []MNR [khoirunnisa-syahidah.blogspot.com]
Posting Komentar