Seperti yang dilaporkan Al Arabiya (Ahad, 28 Oktober, 2012) merupakan
suatu kasus yang sangat jarang terjadi, Alquran dan Injil akan
diajarkan secara berbarengan dalam kurikulum pendidikan yang baru di
Mesir.
Bulan lalu, Departemen Pendidikan mengumumkan bahwa sekolah-sekolah
menengah di negara itu akan menerapkan kurikulum pendidikan baru yang
akan mencakup pelajaran kewarganegaraan dari agama-agama Samawi yang
diajarkan dengan ayat-ayat dari kitab-kitab suci masing-masing agama
itu.
Disebutkan bahwa kurikulum baru itu akan mulai diajarkan kepada para
siswa sekolah menengah di mana pelajaran akan mencakup prinsip-prinsip
HAM seperti yang dipahami dalam agama Kristen, lapor koran Mesir
al-Shorfa pada hari Jumat.
Suatu ayat dari Injil seperti yang berbunyi “Jangan mengeksploitasi
orang miskin karena mereka miskin, dan jangan menindas orang miskin di
pengadilan,” akan dikutip dan diajarkan di kelas, lapor situs berita
itu.
Selain mengenai HAM, kurikulum itu juga akan menambahkan teks-teks
Injil mengenai kebebasan kehendak dan penentuan nasib sendiri.
Kurikulum baru itu juga akan mencakup siswa tahun ketiga sekolah
menengah, yang saat ini lebih fokus pada ajaran-ajaran Islam tentang
hak-hak non-Muslim. Kurikulum tahun ketiga terutama akan berkaitan
dengan perlindungan kehormatan, dan kebebasan untuk memilih agama
seseorang selain agama Islam.
Dr Kamal Mogheeth, dari Pusat Nasional Penelitian Pendidikan,
mengatakan kepada website Al-Shorfa bahwa dia percaya bahwa
langkah-langkah untuk menggunakan teks-teks kitab suci di sekolah
menengah akan membawa hasil yang positif dalam upaya menciptakan
interaksi antara agama-agama yang berbeda.
“Ini adalah langkah menuju dihilangkannya ketegangan dan intoleransi
antara kaum Muslim dan Kristen Koptik yang dari waktu ke waktu muncul
dalam berbagai insiden di Mesir,” kata Mogheeth seperti dikutip oleh
al-Shorfa.
Namun, Mogheeth menambahkan bahwa teks- teks kitab suci itu harus
diajarkan dengan “sangat hati-hati” sehingga tidak menimbulkan
kebingungan yang dapat menyebabkan perselisihan kontroversial.
Dr Ilham Abdel Hamid, seorang profesor di Universitas Kairo,
mengatakan bahwa langkah itu “mungkin akan meredakan ketegangan
sektarian yang baru-baru meningkat lagi di Mesir, dan menanamkan ikatan
persatuan nasional ke dalam hati para siswa.”
Namun, bagaimanapun para orang tua di Mesir memiliki pandangan yang
berbeda tentang kurikulum baru itu. Sebagian mengatakan bahwa tambahan
baru pada kurikulum itu tidak perlu dan bahwa pemerintah harus fokus
untuk menambahkan undang-undang Mesir ke dalam buku-buku teks, kata
seorang ibu yang diwawancarai oleh al-Shorfa.
Yang lain percaya bahwa adalah benar untuk mendidik para siswa
tentang perbedaan agama sehingga mereka bisa tahu bagaimana menghormati
agama, moral dan kebebasan dari agama-agama lain.
Belum diketahui sikap presiden Mursi dalam hal ini. Namun kalau
rencana kurikulum liberal ini lolos, Mursi tentu harus bertanggung jawab
kepada Allah SWT dan umat Islam sebagai pemimpin tertinggi di Mesir.
Dengan latarbelakang aktifis Ikhwanul Muslimin umat Islam tentu berharap
Mursi akan menggagalkan rencana gila ini !(RZ/www.syahidah.web.id)
Posting Komentar