syahidah.web.id - Jakarta – Lagi, indikasi tindak pidana korupsi di negeri ini. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mensinyalir ada penyimpangan anggaran program bantuan sosial (Bansos) sebesar Rp63 miliar di Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT).
Kordinator
Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi mengatakan, salah
satu potensi penyimpangan anggaran sebesar Rp 63 milyar ini disebabkan
alokasi anggaran sebesar Rp 57.8 milyar tidak berdasarkan Proposal atau
SK (Surat Keputusan) Bupati tentang Lokasi penerimaan Bantuan, SPK
(Surat Perintah Kerja), BAST (Berita Acara Serah Terima) pekerjaan.
“Contoh-contoh bansos untuk daerah yang
berpotensi penyimpangan seperti, sarana Air bersih di Kabupaten Morowali
sebesar Rp.300 juta; Air bersih di kabupaten Lebong sebesar Rp.298
juta; Sarana air bersih di Halmahera Timur sebesar Rp.313 juta, Air
bersih kabupaten Pasaman Barat sebesar Rp.493 juta; dan, Paket Dermaga
di Muna sebesar Rp.396 jutam,” kata Ucok di Jakarta, Minggu
(18/11/2012).
Selain itu, Uchok menjelaskan, alokasi
anggaran sebesar Rp 5.1 milyar tidak ada kontrak atau BAST (Berita Acara
Serah Terima) pekerjaan.
“Contoh-contoh bansos untuk daerah yang
berpotensi penyimpangan seperti, Jalan desa di kabupaten Lombok Timur
sebesar Rp.325 juta; pasar desa di kabupaten. Alor sebesar Rp.663 juta,”
jelasnya.
Sementara iru, Kementerian Pembangunan
Daerah Tertinggal (KPDT) mengklaim tidak ada penyimpangan anggaran
bantuan sosial (Bansos) sebagaimana yang dirilis Forum Indonesia untuk
Transparan Anggaran (FITRA).
Sekretaris Menteri KPDT M.Nurdin
mengatakan sinyalemen yang dilansir FITRA merupakan Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) pada tahun 2011. “Itu
sebenarnya hanya kekurangan kelengkapan dokumen di dalam pelaksanaan
kegiatan,” tanggap Nurdin di Jakarta, Minggu (18/11/2012).
Dia mengklaim, LHP BPK tersebut tidak
masuk dalam kategori kerugian negara. Namun hanya persoalan kelengkapan
administrasi saja. Dia menyebutkan dalam LHP BPK memang disebutkan
terdapat kekurangan dokumen. “Seperti soal SK Bupati tentang lokasi
penerimaan bantuan, proposal, Berita Acara Serah Terima (BAST)
pekerjaan. Tapi semua itu sudah dilengkapi,” klaim Nurdin.
Menurut dia, pihaknya telah merespons
LHP BPK tersebut. Menurut Nurdin, sebelum 60 hari hasil LHP BPK, KPDT
telah merespons laporan pemeriksaan tersebut.
FITRA Meminta Aparat Penegak Hukum Menyelidiki KPDT
Berangkat dari temuan FITRA tersebut,
Uchok Sky Khadafi meminta aparat penegak hukum khususnya Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, atau Kejaksaan untuk segera
melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan penyimpangan bantuan sosial
(Bansos) di kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) tersebut.
Menurutnya, berdasarkan hasil audit BPK
semester I tahun 2012, sudah jelas menyatakan bahwa pengeluaran anggaran
sebesar Rp 63 milyar yang tidak didukung dengan bukti
pertanggungjawaban yang lengkap dan sah berpotensi terjadi
penyimpangaan.
“DPR harus dorong dong kasus ini ke
aparat hukum. Masa anggaran bansos sebesar Rp 63 milyar tidak didukung
oleh bukti pertanggungjawaban yang lengkap dan sah, dibiarkan saja alias
tidak diapa-apakan,” cetus Ucok.
Bahkan bukan itu saja. “Masih ada
tagihan dari pihak ketiga sebesar Rp 9.3 milyar yang belum dibayar oleh
KPDT, dan memang sampai sekarang belum dianggarkan dalam DIPA (Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran) KPDT tahun 2012 ini. Di sini saja sudah
menyalahi aturan,” lanjut Ucok.
Dalam hal ini, Ucok meminta agar DPR
sebagai lembaga pengawasan segera turut serta untuk mendorong atas
dugaan penyimpangan tersebut.
“Jangan kalah dengan Dahlan Iskan atau
Dipo alam yang terus menerus menghajar DPR. Karena, dianggap Anggota DPR
itu, kerjanya hanya tidur, duduk, dan duit. Padahal anggota DPR itu
bisa beraksi, dan berani. Ayo gunakan hak pengawasan DPR anda. Lihat di
pagu anggaran bansos tahun anggaran 2011 sebesar Rp 277.569.559.000, dan
sudah direalisas sebesar 79.9 persen atau anggarannya sebesar Rp
221.942.827.528,” jelasnya. [KbrNet/Inilah.com/adl/www.syahidah.web.id]
Posting Komentar