Demikian dikatakan Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya kepadaitoday, Selasa (13/10/2012).
“Tindakan Densus 88 itu sangat tidak bijak,” ungkap Harits.
Menurut Harits, sangat tidak logis
Densus 88 menggerebek pesantren tersebut hanya karena ditemukan
buku-buku jihad dan aktivitas silat.
“Jika hanya karena ada aktivitas silat
kemudian di pesantren tersebut ditemukan buku-buku jihad, Densus 88 main
gerebek dan tangkap, maka harusnya Densus 88 gerebek saja seluruh
pesantren yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Kata Harits, kalau alasan Densus 88
menggerebek pesantren tersebut ditemukan kegiatan silat, lebih baik
pasukan antiteror kepolisian itu juga membubarkan aktivitas beladiri di
pesantren tradisional maupun modern.
“Semua pesantren baik tradisional atau modern yang ada aktivitas atau unit beladirinya bubarkan saja,” kritik Harits.
Ia melihat tindakan Densus yang
menggerebek Pondok Pesantren Darul Akhfiya di Desa Kepuh, Kecamatan
Kertosono, Kabupaten Nganjuk telah melukai umat Islam.
“Saya melihat tindakan Densus 88 sangat kontra-produktif dan kesekian kalinya melukai perasaan umat Islam,” paparnya.
Kata Harits, tidak ada pesantren yang
mengajarkan terorisme hanya karena membahas bab jihad di dalam kajian
kitab-kitab fiqihnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya,
Densus 88 menggerebek Pondok Pesantren Darul Akhfiya di Desa Kepuh,
Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Selasa (13/11/2012)
dini hari.
Selanjutnya Densus 88 membawa sekitar 50
santri Pondok Pesantren Darul Akhfiya ke Markas Polres Nganjuk. Densus
88 menduga para santri itu terlibat dalam jaringan “teroris”.
Pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhfiya bernama Nasiruddin Ahmad alias Landung Tri Bawono, 34, asal Sukoharjo, Solo.
Nasiruddin membantah Pondok Pesantren
Darul Akhfiya dan dirinya terlibat dalam jaringan “teroris”. Kata
Nasiruddin, di pesantren Darul Akhfiya diadakan pengajian seperti
biasanya dan pelajaran bela diri.
“Kami tidak mengajarkan gerakan
terorisme, namun hanya ilmu agama seperti pesantren umumnya. Selain itu,
kami juga mengajarkan ilmu beladiri,” ujar Nasiruddin.
Tak salah jika ada yang berpikir, apakah
ini merupakan skenario lanjutan untuk mempertahankan imej pesantren
sebagai sarang dan pencetak “teroris”? (isa)-sumber: itoday
Posting Komentar