Menurut MA, salah satu hakim agung yang membatalkan hukuman mati gembong
narkoba Hanky Gunawan itu didesak mundur karena dinilai tidak
profesional dalam membuat putusan peninjauan kembali (PK).
“Kita yang minta Achmad Yamanie mundur karena tindakan unprofessional
conduct yang dibuatnya. Hal tersebut direspons Yamanie dengan mengajukan
pengunduran diri,” kata Ketua Muda Pidana Khusus MA yang juga juru
bicara MA, Djoko Sarwoko, seusai mengikuti rapat pimpinan MA yang
digelar di kediaman Ketua MA Hatta Ali, kemarin.
Sedianya rapat pimpinan MA diadakan awal pekan depan. Namun karena
banyak pimpinan yang dinas luar kota, Ketua MA memajukan jadwal. Pada
kesempatan itu Hatta Ali hanya duduk mengawasi jalannya konferensi pers.
Menurut Djoko, kesalahan Yamanie terungkap dalam putusan No.39
PK/Pid.Sus/2011 yang mengurangi hukuman pidana mati Hanky Gunawan
menjadi pidana penjara 15 tahun. Dalam penyelidikan yang dilakukan Tim
Pemeriksa MA ditemukan bukti Yamanie mengubah hukuman pidana Hanky
menjadi 12 tahun. “Padahal majelis hakim agung yang lain memutuskan
pemidanaan 15 tahun. Yamanie mengakui lalai,” ungkap Djoko.
Selain Yamanie, majelis hakim agung yang menyidangkan perkara PK itu ialah Imron Anwari (ketua majelis) dan anggota Nyak Pha.
Mengenai putusan PK yang mengubah hukuman mati, Kepala Biro Hukum dan
Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan tim pemeriksa tidak menemukan bukti
yang cukup adanya pelanggaran kode etik berupa penyuapan.
“Putusan itu semata-mata bersifat teknis yudisial yang merupakan
independensi hakim. Namun apabila dalam perkembangan ditemukan adanya
tindak pidana penyuapan, pimpinan MA menyerahkan sepenuhnya untuk
diproses secara hukum oleh yang berwenang,” ujarnya.
Sebelumnya, Djoko Sarwoko mengatakan pimpinan MA belum membahas apalagi
menyetujui permohonan pengunduran diri Yamanie. Surat pengunduran diri
Yamanie diterima Ketua MA pada Rabu (14/11).
Hingga kemarin, keberadaan Yamanie belum diketahui. Informasi yang diterima Media Indonesia menyebutkan
hakim agung itu sedang berada di rumahnya di Banjarmasin, Kalimantan
Selatan. Namun ketika rumah yang beralamat di Jalan Wildan Sari II
Banjarmasin itu didatangi, ternyata dalam keadaan kosong. Menurut warga
setempat, rumah tersebut sudah lama kosong karena pemiliknya jarang
pulang dan hanya sewaktu-waktu ada orang yang datang membersihkan.
Tindak lanjut
Dalam menanggapi penjelasan MA tersebut, anggota Komisi III DPR (bidang
hukum) Martin Hutabarat (Gerindra) mengatakan kasus itu harus diusut
tuntas. MA harus menyerahkan kasus dugaan pemalsuan putusan PK itu
kepada polisi dan tidak hanya selesai dengan pengunduran diri Yamanie.
“Ini kasus dugaan pemalsuan putusan yang mencoreng kredibilitas hakim
agung dan MA. Karena itu, harus diusut tuntas,” kata Martin.
Menurut Martin, kasus dugaan pemalsuan putusan tersebut menimbulkan
keraguan di kalangan masyarakat bahwa jangan-jangan praktik pemalsuan
seperti itu sudah lama berlangsung di MA. Martin mengatakan dengan
pengusutan oleh polisi akan diketahui motivasi Yamanie melakukan itu.
“Apakah Yamanie merasa terancam oleh mafia narkoba? Apakah keluarganya
diancam? Ataukah dia melakukan itu sekadar demi materi? Semua itu harus
diusut. Saya yakin Yamanie melakukan itu tidak dengan sukarela. Pasti
ada motivasinya,” kata Martin lagi.
Menurut dia, mengubah putusan itu selain bertentangan dengan sumpah
jabatan juga berimplikasi sangat luas bagi kepercayaan masyarakat
terhadap hakim dan lembaga peradilan. Mengubah putusan merupakan tindak
pidana sehingga tidak bisa selesai hanya dengan mengundurkan diri.
“Dengan mengusut tuntas kasus pemalsuan putusan itu, kasus serupa tidak
akan terulang di masa mendatang. Ini momentum membersihkan MA dan
menegakkan kredibilitas MA,” kata dia lagi. (mediaindonesia.com/www.syahidah.web.id)
Posting Komentar