Oleh: Dr. Fahmi Amhar
syahidah.web.id - Setelah baca tulis, tingkat kecerdasan seseorang diukur dengan
matematika. Ini berlaku juga untuk skala keluarga maupun skala bangsa.
Berapa kira-kira skala matematika keluarga Anda? Apakah Anda puas
dengan matematika yang pernah diperoleh di bangku sekolah? Apakah
matematika yang Anda lihat sudah “ramah keluarga”, sehingga Anda
merasakan gunanya di kehidupan sehari-hari, dan anak-anak Anda
bersemangat mempelajarinya?
Islam tidak hanya mengangkat peradaban di tingkat elite, tetapi juga
untuk tingkat rumah tangga rakyat jelata. Seperti membaca dan menulis,
matematika juga di bawah Islam menjadi ilmu yang dikuasai nyaris oleh
semua anak-anak yang menuntut ilmu, di mana akses sekolah telah dibuka
selebar-lebarnya.
Namun salah seorang matematikawan yang paling berjasa menjadikan
matematika “ramah keluarga” ini adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi
(780 – 850 M).
Masa remaja Al-Khawarizmi di Khurasan (Iran) tidak banyak diketahui.
Yang jelas dia kemudian berkarier sebagai matematikawan di Baitul Hikmah
(Akademi Ilmu Pengetahuan) di Baghdad yang didirikan oleh Khalifah
al-Mansur yang berkuasa dari 754 – 775 M. Semua orang tahu bahwa
al-Makmun adalah politisi yang sangat antusias dengan logika dan
matematika. Dan al-Makmun tidak salah. Al-Khawarizmi membuktikan diri
sebagai orang pertama yang berhasil “mengawinkan” geometri Yunani dengan
arimetika India, baik di kecanggihannya sehingga mampu memecahkan
berbagai persoalan rumit, maupun di kesederhanaan bahasanya, sehingga
dapat dipelajari oleh anak sekolah dasar.
Karya Al-Khawarizmi yang mengubah sejarah matematika sehingga dapat
diterapkan di setiap rumah tangga, bukanlah karyanya canggih secara
ilmiah, melainkan dua buah buku yang isinya terhitung ringan, meskipun
yang satu memiliki judul yang menggetarkan: “Kitab Aljabar wa
al-Muqobalah”, sedang satunya lagi sebuah buku tentang teknik berhitung
dengan angka India, tentang bagaimana menjumlah, mengurangi, mengalikan
dan membagi. Pada abad-12 buku ini diterjemahkan ke bahasa Latin dan
tersebar di Eropa. Lambat laun, teknik berhitung ala al-Khawarizmi
disebut algorizmus, atau algoritma.
Algoritma akhirnya menggusur cara berhitung Yunani dengan abakus
(seperti sempoa). Abakus memang lebih cepat untuk menghitung
angka-angka besar, namun hanya terbatas untuk operasi aritmetika
sederhana (misalnya menjumlah harga dagangan). Pada hitungan yang
kompleks (seperti menghitung pembagian waris atau menghitung titik berat
kapal), algoritma jauh lebih praktis, cepat dan akurat.
Anehnya bangsa Eropa sendiri kemudian sempat lupa asal-usul kata
algoritma. Ada yang menyangka algoritma berasal dari kata “alleos”
(asing) dan “goros” (cara pandang), karena teknik ini memerlukan cara
pandang yang baru. Ada lagi yang menduga algoritma dari “algos” (pasir)
dan “ritmos” (angka), atau teknik dengan angka-angka yang mampu
menghitung obyek sebanyak pasir di pantai. Ada juga yang menyangka
bahwa algoritma adalah judul buku Mesir kuno seperti Almagest karya
Ptolomeus. Demikian puluhan teori muncul, sampai akhirnya pada 1845,
Franzose Reinand menemukan kembali al-Khawarizmi dalam algoritma. Salah
satu buktinya adalah bahwa dalam perhitungan aritmetika, selalu
dihitung satuan dulu yang ditaruh paling kanan, lalu ke kiri dengan
puluhan dan seterusnya. Sebagaimana huruf Arab ditulis dan dibaca dari
kanan ke kiri.
Ilustrasi adu cepat berhitung antara kaum Abacist (yang menggunakan
abakus) vs Algoritmiker (pengikut metode al-Khawarizmi), dan dimenangkan
oleh kaum Algoritmiker.
Pada tahun 773 Masehi, seorang astronom India bernama Kankah mengunjungi al-Mansur. Lelaki itu membawa buku berjudul Sindhind tentang
aritmetika, yang dengannya dia terbukti mampu menghitung bintang dengan
sangat baik. Al-Mansur lalu memerintahkan agar buku itu diterjemahkan
ke bahasa Arab, kemudian agar dibuat sebuah pedoman untuk menghitung
gerakan-gerakan planet. Muhammad bin Ibrahim al-Fasari lalu membuat
pedoman ini, yang di kalangan astronom kemudian disebut “Sindhind besar”. Belakangan karya ini diedit ulang oleh Al-Khawarizmi.
Dengan karya ini, angka India menjadi populer. Ketika Khalifah al-Walid
I (668 – 715 M) menguasai Spanyol dan segera melarang penggunaan bahasa
Yunani atau Latin dalam urusan resmi untuk diganti bahasa Arab, dia
masih mengecualikan penggunaan angka Yunani, karena angka ini belum ada
penggantinya. Namun ketika buku al-Fasari dan al-Khawarizmi keluar,
dengan segera “angka India” diadopsi tak hanya oleh birokrasi, tetapi
juga kalangan pebisnis dan surveyor, bahkan akhirnya oleh ibu-ibu rumah
tangga dan anak-anak mereka. Bagi orang-orang Spanyol, angka yang dibawa
oleh para matematikawan Muslim yang berbahasa Arab ini lalu disebut
“Angka Arab”. Matematika akhirnya bisa menjadi cabang ilmu yang ramah
keluarga.
Pada masa Yunani kuno, para matematikawan lebih asyik berfilosofi
tentang geometri daripada memikirkan aplikasi praktis capaian geometri
mereka. Contoh: mereka telah berhasil menghitung hubungan jari-jari
lingkaran dengan keliling lingkaran, yaitu bilangan pi (π). Karena
nilai pi ini saat dihitung “tidak mau selesai”, maka bilangan ini
disebut “trancendental”, artinya: hanya Tuhan yang tahu.
Kalau sebuah bidang memotong kerucut dan membentuk suatu bangun geometri
(ellips, parabola atau hiperbola) lalu pertanyaannya berapa luas atau
keliling bangun tersebut, maka geometri Yunani tak lagi bisa memberi
jawaban. Pada saat yang sama, seni berhitung ala India juga tak pernah
dipakai menghitung persoalan serumit ini. Di sinilah Al-Khawarizmi
“mengawinkan” aritmetika dan geometri. Potongan kerucut dengan bidang
menghasilkan beberapaunknown (yang
nilainya dicari), yang akan ditemukan kalau rumus bidang datar, kerucut
dan kemiringan perpotongan disatukan lalu diselesaikan. Inilah
aljabar.
Hitungan ini lalu dipakai untuk membuat berbagai benda teknis yang
dipasang di depan masjid hingga di dalam rumah, dari jam matahari hingga
wajan penggorengan, dan di zaman modern dari desain bendungan hingga
antena TV. Model hitungan “perpotongan kerucut” ini belakangan dipakai
untuk menghitung lintasan peluru manjaniq di medan jihad, dan beberapa
ratus tahun kemudian dipakai oleh NASA untuk memprediksikan gerakan
pesawat ruang angkasa.[]
Sumber: Mediaumat.com (19/11/2012)
Posting Komentar