syahidah.web.id - LHOKSEUMAWE: Rumah
Mirza Alfath, dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh (Unimal),
di Keude Aceh, Lhokseumawe, Nanggro Aceh Darussakam (NAD), tiba-tiba
menjadi sasaran kemarahan massa, menjelang dan usai waktu Magrib, Selasa
(20/11/2012) lalu.
Massa melempar batu ke rumah Mirza lantaran dosen ini diduga sering
melecehkan atau menghina Islam lewat akun facebook atas nama Mirzanovic
Alfathenev. Siapa sebenarnya Mirza Alfath?
“Mirza putra Lhokseumawe, usianya sekitar 37 tahun. Dia masih aktif
sebagai dosen FH Unimal,” kata seorang dosen Unimal yang mengaku pernah
jadi kawan dekat Mirza Alfath saat dihubungi ATJEHPOSTcom, Rabu
(21/11/2012) lalu.
Mirza meraih sarjana hukum di Universitas Islam Indonesia (UII)
Yogjakarta. Lalu gelar magister hukum di Universitas Padjadjaran
Bandung. Di Unimal, kini dia tercatat sebagai dosen Fakultas Hukum dan
sudah berstatus PNS.
Mirza, kata seorang temannya, ikut mendirikan Gerakan Perubahan Kampus
(GPK) Unimal pada masa Rektor Unimal periode lalu. Ketika itu para dosen
Unimal yang tergabung dalam GPK sangat konsen mengkritisi kebijakan
pihak rektorat yang dinilai sarat indikasi penyimpangan dalam tata
kelola kampus.
Rabu (21/11/2012), Mirza Alfath, kembali bersyahadat di Mapolres
Lhokseumawe. Sebelumnya, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) setempat
menyatakan bahwa Mirza sesat dari ajaran Islam, sehingga perlu lagi
mengucap syadahat, sebagaimana dilansirSerambi Indonesia, Jumat (23/11/2012).
Lahirnya rekomendasi MPU Lhokseumawe bahwa Mirza sesat dari ajaran Islam
dikaitkan dengan pernyataan-pernyataan dia di akun facebook-nya yang
terkesan merendahkan Islam, di samping terlalu mengagungkan rasionalitas
serta tindakan Yahudi atas Palestina.
Persoalan ini mencuat, bermula dari insiden di rumah Mirza Alfaths di
Keude Aceh, Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe, yang dilempari batu oleh
sekitar 20 anak-anak, Selasa (20/11/2o12) selepas magrib.
Aksi pelemparan itu diduga kuat terpicu oleh komentar Mirza di facebook
yang mengagung-agungkan Yahudi dan menghina Islam, sebagaimana
dipersoalkan Teuku Zulkhairi MA, Ketua Depertemen Riset Rabithah
Thaliban Aceh (RTA) dalam bentuk surat pembaca di Serambi edisi 20
November 2012 pada kolom Droe Keu Droe.
Malam itu, rumah Mirza yang baru dia bangun sedang kosong. Dia bersama
keluarganya memang sering pulang ke rumah mertua yang juga bermukim di
kawasan Keude Aceh, Lhokseumawe. Akibat dilempari, kaca jendela ruang
tamu dan kamar tidur depan pecah.
Beberapa menit setelah rumah Mirza dilempari anak-anak usia SD dan SMP,
polisi pun tiba di lokasi, langsung mengamankan rumah itu. Police line
dipasang mengitari rumah Mirza.
Saat polisi tiba, masyarakat yang mendatangi rumah Mirza makin ramai.
Terdengar carut-marut warga terhadap Mirza, meski ia tak di rumah.
Namun, berkat pendekatan persuasif pihak kepolisian dan para tokoh
masyarakat setempat, akhirnya sekitar pukul 20.30 WIB warga yang
bergerombol di depan rumah Mirza, membubarkan diri.
“Menghindari hal-hal yang tak diinginkan pasca insiden itu, Mirza
bersama istrinya langsung kami amankan ke mapolres,” ujar Kapolres
Lhokseumawe, AKBP Kukuh Santoso, melalui Kasat Reskrim AKP Supriadi MH,
Rabu (21/11/2012).
Pasca insiden pelemparan batu tersebut, kata Supriadi, kondisi tetap
stabil dan aman. Ini tidak terlepas dari dukungan yang diberikan
masyarakat di Desa Keude Aceh yang ingin masalah itu diselesaikan sesuai
prosedur, bukan dengan main hakim sendiri.
“Atas sikap damai yang diperlihatkan masyarakat sejak malam kejadian,
membuat saya kagum dan bangga kepada masyarakat Keude Aceh,” demikian
Kasat Reskrim.
Sementara itu, di Mapolres Lhokseumawe kemarin, Mirza “disidang” MPU
Lhokseumawe atas pemikirannya terhadap Islam dan Al-Qur’an selama 3,5
jam (sejak pukul 08.30-12.00 WIB).
Ketua MPU Lhokseumawe, Tgk Asnawi, menjelaskan, dalam pertemuan tersebut
Mirza berterus terang bahwa akun facebook tersebut adalah miliknya.
Berdasarkan pengakuan tersebut dan setelah MPU mempelajari isi
facebook-nya, maka ditarik kesimpulan bahwa Mirza telah sesat dari
ajaran Islam.
Didasari atas kesimpulan itu, sebut Tgk Asnawi, Mirza pun mengaku telah
keliru dan ia minta maaf. “Setelah meminta maaf, dia pun bersyahadat di
hadapan kami,” ucap Tgk Asnawi.
Setelah rekomendasi MPU keluar, kemudian pada pukul 15.00 WIB dilakukan
pertemuan antara MPU, Majelis Adat Aceh (MAA), Muspika Banda Sakti, dan
aparat Desa Keude Aceh dan Simpang IV yang difasilitasi pihak
kepolisian. Pertemuan di Aula Mapolres Lhokseumawe ini melahirkan
sejumlah rekomendasi.
Setelah ada kesepakatan itu, Mirza pun dihadirkan dalam ruang pertemuan
pada pukul 17.00 WIB. Dia mengaku siap menandatangani seluruh butir
kesepakatan itu.
Setelah Mirza membacakan poin-poin kesepakatan, lalu ia kembali
bersyahadat. Dilanjutkan dengan penandatanganan surat pernyataan yang
diikuti seluruh perwakilan yang hadir, kecuali polisi.
Dalam kesepakatan itu dimuat klausul bahwa Mirza akan minta maaf secara terbuka di Masjid Islamic Center Lhokseumawe.
“Kapan waktunya dia harus minta maaf di Masjid Islamic Center ataupun
permohonan maaf secara resmi melalui media massa sesuai hasil
kesepakatan, akan didiskusikan kembali,” ujar Wakil Ketua MPU
Lhokseumawe, Tgk H Abu Bakar Ismail. (isa)-atjehpost.com & serambi indonesia . [www.syahidah.web.id]
Posting Komentar