syahidah.web.id - Jakarta
– Ternyata benar sinyalemen banyak pihak yang menilai bahwa
serangkaian kunjungan anggota DPR yang dilakukan sepanjang tahun
terbukti hanyalah akal-akalan para anggota DPR untuk pelesiran keluar
negeri dengan biaya negara yang notabene uang milik rakyat.
Betapa
tidak, lawatan yang dikemas dengan nama “kunjungan kerja” dan “studi
banding” itu dilakukan tanpa persiapan matang. Mereka salah sasaran
mengunjungi pihak yang tidak ada kaitannya dengan materi kunjungan. Para
“wisatawan” DPR tersebut bahkan tidak mengerti bahasa orang atau pun
institusi yang dikunjungi. Parahnya lagi, mereka juga tidak
mempersiapkan penerjemah. Maka jadilah para anggota Dewan itu sebagai
wisatawan sejati yang pelesiran ke luar negeri dengan dibiayai oleh duit
rakyat.
Kedok
pelesiran para anggota DPR tersebut dibongkar oleh Perhimpunan Pelajar
Indonesia (PPI) di Berlin, Jerman. Para pelajar tersebut mengungkapkan
kekecewaan mereka terhadap hasil studi banding hari pertama anggota
Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat ke Deutsches Institut für
Nörmung (DIN), Senin, 19 November 2012 lalu.
Dalam siaran
persnya, Selasa, 20 November 2012, PPI Berlin mengatakan kunjungan
anggota Badan Legislasi untuk memperoleh masukan dari DIN untuk menyusun
Undang-Undang Keinsinyuran adalah salah alamat. Sebab, DIN ternyata tidak mengurusi profesi insinyur, melainkan standar produk dan proses teknik.
Selain itu,
kunjungan tersebut terkesan tidak dirancang dengan baik dan terkesan
terburu-buru. Hal ini terlihat dari tidak adanya penerjemah yang
disiapkan, kesalahan memilih lembaga yang dikunjungi, serta lemahnya
penguasaan bahan para anggota Dewan.
Berikut isi siaran pers lengkap PPI Berlin seperti dikutip oleh Tempo:
Laporan Investigasi Anggota DPR RI
Senin, 19 November 2012
Sebagai
kegiatan lanjutan dari surat pernyataan penolakan terhadap kunjungan
kerja Badan Legislasi DPR mengenai RUU Keinsinyuran, maka dibentuklah
tim pencari fakta yang bertugas mengetahui kegiatan anggota DPR selama
berada di Berlin.
1.
Pada hari Minggu, kami mendapat informasi bahwa anggota DPR telah tiba
di Berlin pada Minggu pagi. Pada hari Senin, agenda mereka adalah rapat
di DIN (Deutsches Institut für Nörmung) pukul 10.00.
2.
Tim yang melakukan investigasi pada Senin, 19 November 2012 berjumlah
sekitar 12 orang. Beberapa orang dari tim siaga di DIN pukul 09.45 pagi
dan beberapa orang siaga di tempat lain.
3.
Pukul 10.00, anggota DPR yang berjumlah delapan orang laki-laki dan
satu orang perempuan tiba di DIN dengan menggunakan bus dan didampingi
beberapa orang dari Kedutaan Besar Indonesia. Berkat lobi ke pihak DIN
sebelumnya, beberapa orang perwakilan mahasiswa diperbolehkan masuk dan
mendengarkan diskusi atas undangan DIN.
4.
Sekitar pukul 11.45, datang terlambat dua orang anggota DPR lagi, yaitu
satu orang laki-laki dan satu perempuan dengan membawa koper.
5. Sekitar pukul 12.10, rapat selesai dan mereka semua keluar dari DIN dan langsung berangkat dengan bis.
6.
Kami mengikuti bus tersebut, ternyata mereka menuju Restoran Hafis di
sekitar Turmstrasse. Setelah itu tim meninggalkan tempat dan makan siang
juga di Mensa TU.
7.
Sekitar pukul 14.30, kami kembali ke restoran tersebut. Ternyata mereka
juga baru keluar dari restoran. Kami mengikuti menuju Kedutaan
Indonesia. Setelah itu kami tidak mengikuti mereka lagi. Menurut
informasi, mereka kembali ke hotel dan dilanjutkan dengan makan malam.
8. Beberapa poin yang didapat dari teman-teman yang mengikuti pertemuan di DIN:
- a. Sebagian dari anggota Dewan kurang menguasai bahasa Inggris sehingga pada saat rapat berlangsung mereka meminta penerjemah kepada pihak Kedutaan secara mendadak. Artinya, pertemuan ini tidak dipersiapkan dengan baik. Padahal, jika memang translator dibutuhkan, harus dikoordinasikan lebih dahulu dan translator juga sebaiknya menguasai bidang dan bahan.
- b. Anggota Dewan datang dengan tujuan membuat RUU tentang Keinsinyuran, sedangkan DIN mengurusi tentang standarisasi produk di Jerman. DIN juga bukan lembaga negara atau pemerintahan. Jadi, bisa dibilang kunjungan ke DIN salah alamat.
- c. Informasi yang didiskusikan bersifat umum seperti:
- - Mengenai aktivitas DIN di Jerman dan Eropa
- - Sejarah terbentuknya DIN
- - Prosedur kerja di DIN dan hubungannya dengan kebijakan pemerintah Jerman, terutama di dalam bidang sains dan teknologi.
- - Anggota DPR menanyakan mengenai kapasitas DIN sebagai salah satu tolak ukur parameter kebijakan di bidang teknik.
- - Kunjungan ke DIN tidak berhubungan langsung dengan RUU Keinsinyuran karena DIN tidak mengatur profesi/individu dari insinyur itu sendiri, melainkan menstandarkan produk dan proses dari berbagai bidang keteknikan di Jerman.
- - DPR menanyakan apakah ada hukuman yang didasari oleh legislasi kepada pihak tertentu untuk proyek yang gagal di bidang keteknikan seperti di bidang konstruksi. Hal ini tidak bisa dijawab dengan mudah dan bukan kapasitas dari DIN untuk menjawab karena banyak faktor yang mempengaruhi kegagalan suatu proyek. Selain itu, sanksi untuk kegagalan proyek bukanlah sesuatu yang bisa didesain dengan absolut.
- PPI menganggap informasi seperti ini bisa didapat dengan mengakses situs web, e-mail, seminar melalui Internet, atau cukup dengan mengirimkan satu tau dua orang saja, tidak perlu sampai belasan orang.
- d. Terlihat kurangnya persiapan karena di awal pihak DIN sempat mengutarakan permintaan maaf atas persiapan yang seadanya karena waktu yang sempit.
9.
Dari pertemuan di DIN, bisa disimpulkan bahwa anggota DPR tidak
menguasai bahan secara mendalam. Seharusnya, RUU Keinsinyuran ini dibuat
dulu rancangannya, lalu disebarkan kepada publik untuk ditinjau.
10.
Pertemuan DIN bisa dibilang salah alamat karena DIN adalah lembaga
standarisasi produk, bukan profesi, seperti yang menjadi agenda utama
anggota DPR.
Dengan
terbongkanya kedok pelelesiran para anggota DPR yang diungkap oleh
Persatuan Pelajar Indonesia di Berlin sebagaimana tersebut di atas, maka
jadilah para anggota Dewan itu sebagai wisatawan sejati, yang pelesiran
ke mancanegara dengan dibiayai oleh duit rakyat. [KbrNet/adl/www.syahidah.web.id]
Posting Komentar