Pendiri dan pembina Pondok Pesantren Hamfara, Bantul, Yogyakarta,
tersebut menegaskan tidak selayaknya mereka itu mempersoalkan apa yang
diyakini umat Islam dalam ibadahnya. “Yang kayak begini ini nih yang
merusak hubungan antar manusia, mereka mempersoalkan hal-hal yang
bersifat keimanan,” ungkapnya kepada mediaumat.com, Kamis (25/10) melalui telepon selular.
Terhadap perbedaan keyakinan, ajaran Islam menegaskan lakum dinukum waliyadin, bagimu agamamu, bagiku agamaku.
“Artinya, kalau sapi itu dianggap suci kendaraan Dewa Siwa ya menurut
Anda! Menurut kami, sapi itu binatang yang boleh disembelih, boleh
dimakan termasuk untuk kurban,” tegasnya.
Makanya ketika umat Islam melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadhan
yang penuh berkah, umat Islam tidak pernah menyuruh non Muslim berpuasa.
“Mereka bebas makan minum di siang hari bolong,” ungkapnya.
Jadi tidak selayaknya mereka itu mempersoalkan apa yang diyakini umat
Islam dalam Hari Raya Idul Adha. Belum lagi ketika mereka merayakan Hari
Nyepi, umat Islam dipaksa ikut-ikutan nyepi segala. Padahal itu kan
tidak ada hubungannya dengan umat Islam. “Jadi dimana letak
toleransinya?” tanya Ismail.
Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia ini pun menyebutkan para pentolan
liberal diam saja terkait intoleransi yang dilakukan oleh orang Hindu
lantaran kelompok-kelompok antek penjajah itu hanya menyasar pada umat
Islam saja. “Proyeknya itu di situ, bukan pada tindak intoleransi yang
dilakukan non Islam,” pungkasnya.
Beberapa hari lalu, President the Hindu Center of Indonesia Shri
Gusti Ngurah Arya Wedakarna MWS III mengimbau orang Islam untuk tidak
berkurban sapi. “Dalam rangka Idul Adha 2012 nanti, saya menghimbau
semeton Islam agar tidak menyembelih sapi sebagai kurban,” ujar Raja
Majapahit Bali tersebut. (mediaumat.com/khoirunnisa-syahidah.blogspot.com)
Posting Komentar