syahidah.web.id - Pada hari Senin, 29 Oktober kemarin, banyak media Indonesia dan Asia,
termasuk kantor berita ANTARA dan Jakarta Post memberitakan tentang
iklan kontroversial di Malaysia terkait buruh migran Indonesia, dimana
bunyi iklan provokatif ini, “Indonesian maids now on SALE!”. Wajar saja
iklan ini langsung menimbulkan kemarahan publik Indonesia dan mendapat
kecaman keras dari kedua pemerintahan, Indonesia dan Malaysia. Mantan
wakil ketua DPR, Zaenal Ma’arif memberi sebuah pernyataan yang
menggarisbawahi bahwa diobralnya tenaga kerja Indonesia merupakan
realitas yang memang terjadi, bukan sekadar iklan belaka, ia
mempertanyakan kenapa pemerintah Indonesia berpura-pura kaget dan
mengecam saat mereka telah lama mengetahui kondisi menyedihkan dari
tenaga kerja Indonesia di negeri orang. Sekitar 2,5 juta buruh migran
Indonesia di Malaysia -dimana hampir 80% -nya adalah perempuan- dan
jutaan lainnya diberbagai negara, telah diperlakukan seperti layaknya
barang dagangan dan harus menghadapi penyiksaan, pelecehan bahkan
pembunuhan oleh majikan mereka.Ini sesungguhnya adalah dehumanisasi
massal.
Terlepas dari semua ini, pada bulan Juli 2012 lalu pemerintah Indonesia
justru membanggakan capaian arus masuk remitansi yang dibawa oleh para
TKI itu ke dalam negeri dimana mencapai 65 triliun Rupiah, ini dianggap
sebagai kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jumlah
besar perempuan Indonesia yang dipaksa bermigrasi akibat belenggu
kemiskinan adalah paradoks bagi Indonesia yang tengah dipuji sebagai
kekuatan ekonomi baru Asia oleh banyak negara-negara Barat karena
prestasi pertumbuhan ekonominya. Hal ini mencerminkan karakter
Kapitalisme yang menyediakan kekayaan untuk beberapa gelintir pihak
namun membiarkan mayoritas pihak yang lemah kelaparan.
Di Bangladesh, Pakistan dan kawasan lain di dunia Muslim, jutaan
perempuan juga harus menghadapi kejamnya eksploitasi ekonomi untuk
menyambung hidup demi keluarganya akibat sistem ekonomi Kapitalis buatan
manusia yang gagal dan justru melahirkan kemiskinan massal, yang
memperlakukan kaum perempuannya seperti komoditas ekonomi dan telah
gagal menciptakan lapangan kerja yang memadai bagi kaum laki-laki di
masyarakat agar bisa memelihara keluarga mereka dengan kecukupan.
Dr Nazreen Nawaz The Women’s Representative of the Central Media Office
of Hizb-ut Tahrir memberi pernyataan sebagai respon dari fenomena
dehumanisasi perempuan di dunia Muslim sebagai berikut :
1. Terlepas dari kecaman pemerintah Indonesia terhadap iklan di Malaysia
ini, gagalnya kebijakan ekonomi Indonesia telah mendorong jutaan
rakyatnya pada belenggu kemiskinan dan menciptakan pengangguran massal
kaum lelaki, dan akhirnya memaksa banyak perempuan mencari pekerjaan ke
luar negeri untuk bertahan hidup dan melempangkan jalan bagi eksploitasi
ekonomi dan penganiayaan. 1 dari 54 perempuan Indonesia harus bekerja
di luar negeri untuk membantu keuangan keluarga, meninggalkan anak-anak
mereka, dan menyebabkan mereka harus mengkompromikan peran penting
mereka sebagai ibu dan pemelihara generasi masa depan. Lebih lanjut,
pertumbuhan ekonomi Indonesia telah gagal mengatasi persoalan kemiskinan
ekstrim dalam masyarakatnya, memberikan bukti yang tidak terbantahkan
sesatnya dasar dan klaim Kapitalisme, bahwa “pertumbuhan ekonomi adalah
sarana utama meningkatkan kesejahteraan masyarakat”. Alih-alih
menghasilkan kesejahteraan bagi masyarakat dan meningkatkan standar
hidup mereka, sistem ekonomi Kapitalis yang diadopsi Indonesia dalam
realitanya justru memperlebar kesenjangan sosial dan memperburuk tingkat
kemiskinan. Sistem kapitalis telah berkali-kali terbukti hanya
memusatkan kekayaan pada tangan segentir orang dan memiskinankan rakyat
secara massal.
2. Sistem Kapitalis yang diterapkan di Barat, di Indonesia, Malaysia dan
dunia Muslim lainnya memandang segala sesuatu hanya sebagai masalah
permintaan dan penawaran, dan bagaimana memperoleh keuntungan sebagai
tujuan utama masyarakat. Pandangan ini telah mendehumanisasikan baik
perempuan maupun laki-laki menjadi tidak lebih dari sekedar komoditas
ekonomi yang membawa keuntungan finansial untuk negara mereka – yang
bisa digunakan dan dilecehkan sekehendak negaranya- tanpa mempedulikan
dampak fisik dan mental yang berbahaya pada individu dan konsekuensi
sosial yang merugikan terhadap unit keluarga dan masyarakat secara
keseluruhan. Ini adalah ideologi yang secara konsisten menempatkan
keuntungan materi di atas kepentingan rakyat, dan masalah keuangan di
atas kepentingan keluarga. Selain itu, tingginya remitansi dari tenaga
kerja wanita adalah bukan tanda keberhasilan pemerintah melainkan justru
tanda kegagalan negara yang tidak mampu menyediakan kesejahteraan bagi
perempuan, juga tidak mampu memberantas kemiskinan pada masyarakatnya.
3. Sangat kontras dengan Kapitalisme, Islam tidak memandang perempuan
sebagai komoditi ekonomi, melainkan sebagai manusia yang harus
dilindungi dan selalu difasilitasi secara finansial oleh kerabat
laki-laki mereka ataupun oleh negara sehingga mereka bisa memenuhi peran
vital mereka sebagai istri dan ibu, sementara di saat yang sama Islam
juga mengijinkan perempuan untuk mencari pekerjaan jika mereka
menginginkannya. Namun perempuan harus berada dalam kondisi terbebas
dari tekanan ekonomi dan sosial dalam bekerja, sehingga tanggung jawab
rumah mereka tidak terganggu. Kaum perempuan juga harus terbebas dari
kondisi yang menindas mereka berperan ganda sebagai pencari nafkah
sekaligus pengurus rumah tangga untuk keluarga mereka.
4. Jutaan buruh migran perempuan Indonesia sebagaimana jutaan perempuan
lainnya yang juga menghadapi eksploitasi ekonomi di seluruh dunia Islam
hari ini, akan memiliki kisah yang sama sekali berbeda di bawah naungan
sistem Khilafah yang sangat kredibel dan telah teruji dalam waktu yang
lama dalam menangani kemiskinan sekaligus tetap menjaga kehormatan
perempuan. Ini adalah negara yang menerapkan sistem ekonomi yang sehat
yang menolak model keuangan cacat Kapitalis yang berbasis bunga,
melarang penimbunan kekayaan atau privatisasi sumberdaya alam dan
melarang asing berinvestasi besar dalam pembangunan infrastruktur,
pertanian, industri dan teknologi. Pondasi kebijakannya diarahkan untuk
mengupayakan distribusi kekayaan yang efektif dalam menjamin kebutuhan
pokok semua warga negaranya, di saat yang sama juga meletakkan
produktivitas ekonomi yang sehat untuk mangatasi pengangguran massal dan
memungkinkan individu untuk mendapat kemewahan. Hal ini akan
memungkinkan kaum laki-laki memenuhi kewajibannya untuk menafkahi
keluargnya, sedangkan di saat yang sama negara diwajibkan untuk
menafkahi kaum perempuan yatim yang tidak lagi memiliki kerabat
laki-laki yang menafkahi mereka.
Kami menyeru anda sekalian wahai perempuan Indonesia, Malaysia dan
seluruh dunia Islam untuk mendukung pentingnya kewajiban berjuang demi
kembalinya Khilafah yang akan membentuk Khalifah – seorang pemimpin yang
tulus, yang akan mengangkat beban ekonomi yang terlampau berat dari
punggung-punggung umat Islam dan menempatkannya di atas bahunya yang
kuat. Kami menyeru anda sekalian untuk bergabung dalam perjuangan
politik mulia ini yang menjanjikan imbalan yang besar dari Allah Swt,
Sang Pencipta, dan yang akan mentransformasikan kaum perempuan dari
sekedar komoditi ekonomi menjadi manusia bermartabat, terhormat dan
terlindungi, dimana di dalam Islam seorang perempuan akan mendapatkan
itu semua tanpa berkurang sedikitpun.
((الر كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ
الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ
الْحَمِيدِ))
“ Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya
kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang
benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha
Perkasa lagi Maha Terpuji. [TQS Ibrahim: 1]
Dr. Nazreen Nawaz
Central Media Representative, Hizb-ut Tahrir
Posting Komentar