Menurut Jubir HTI ini migas adalah milik rakyat dan negara wajib
mengelolanya dengan baik untuk kepentingan rakyat. Pemberian kepada
asing meskipun sedikit adalah pengkhianatan. Karena itu , meskipun
pemerintah menjanjikan Pertamina beserta Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
akan mendapatkan porsi saham antara 51-70 persen, pemberian 30 %
kepada Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation adalah
pengkhianatan rezim SBY.
Hal senada ditegaskan Marwan Batubara dari Direktur Eksekutif IRESS.
Menurutnya , pemberian 30 % kepada Total membuat Indonesia kehilangan
potensi kekayaan 280 trilyun. Padahal jumlah sebesar itu akan sangat
bermanfaat untuk APBN.
“ Apalagi kalau operatornya tetap diberikan kepada Total, meskipun 30
%, perusahaan Prancis ini akan mendominasi dalam pengelolaan blok
Mahakam”, tegasnya.
Ditambahkan oleh Ismail , kalau rakyat berhasil menuntut hak pengelolaan
100 % untuk blok Mahakam, akan menjadi preseden baik untuk
kontrak-kontrak migas lainnya.
“Hingga 2021 terdapat 26 dari 72 kontrak migas yang akan habis masa
kontraknya,kalau Mahakam bisa diserahkan 100 persen kepada Pertamina ,
ini akan menjadi preseden baik untuk blok migas berikutnya, bayangkan
kalau semua migas dikelola oleh negara dengan baik lewat Pertamina,
berapa keuntungan yang didapat oleh negara untuk kepentingan rakyat
!”tegasnya.
Blok Mahakam merupakan salah satu ladang gas terbesar di Indonesia.
Berdasarkan data yang pernah dilansir oleh BP Migas, saat ini rata-rata
produksinya sekitar 2.000 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau sekitar
344.000 barel oil equivalen (boe) per hari. Cadangan yang terkandung
di blok ini sekitar 27 trilliun cubic feet (tcf). Dari 1970 hingga 2011,
sekitar 50 persen (13,5 tcf) cadangan telah dieksploitasi, menghasilkan
pendapatan kotor sekitar US$ 100 milyar.
Dalam hitung-hitungan Direktur Eksekutif IRESS , cadangan yang tersisa
saat ini sekitar 12,5 tcf, dengan harga gas yang terus naik. Jika
diasumsika rata-rata harganya US$ 15/MMBtu, maka dari cadangan ini
berpotensi menghasilkan pendapatan kotor lebih dari US$ 187 milyar (12,5
x 1012 x 1000 Btu x $15/106 Btu) atau sekitar Rp 1.700 trilyun. (AF/www.syahidah.web.id)
Posting Komentar