Pada Selasa (9/10) Teater Salihara menggelar tari telanjang Amour, acide, et noix karya Daniel Léveillé Danse (Kanada),
yang berdurasi 60 menit dengan membandrol tiket masuk Rp 100.000 dan Rp
50.000 untuk pelajar dan mahasiswa. Sebelumnya, komunitas liberal yang
berpusat di Jl Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan tersebut
mengundang pentolan kelompok seks menyimpang dari Kanada Irshad Manji
untuk mempromosikan lesbianisme dan homoseks.
Meskipun pementasan ini dilangsungkan satu bulan yang lalu, namun
Iwan Januar menilai hal ini perlu diberitahu kepada umat. Karena
pementasan ini merupakan bagian dari proyek liberalisasi umat Islam
Indonesia terutama para pemuda yang dilakukan kelompok liberal Salihara.
“ Targetnya adalah merusak akhlaq para pemuda,” tegasnya.
Menurut penulis buku-buku pergaulan remaja tersebut yang disebut seni
itu seharusnya menunjukkan keluhuran budaya suatu bangsa. “Pementasan
di Salihari justru merendahkan derajat manusia menjadi seperti hewan.”
Dalih bahwa tari telanjang yang dipentaskan tersebut tidak mengumbar
syahwat juga dinilai absurd. “Masak iya lelaki perempuan telanjang
tidak mengumbar syahwat? Kalau ada yang tidak muncul syahwatnya justru
abnormal.”
Lagipula duduk perkaranya bukan ‘syahwat’ atau ‘tidak syahwat’, tapi
batasan jelas soal pornografi. Bila diukur menurut ‘syahwat’ yang ada
malah absurd. Mereka yang biasa berzina menganggap hal semacam itu sudah
tidak menimbulkan syahwat lagi. Atau menurut kaum gay pemandangan
wanita telanjang ya tidak menimbulkan birahi lagi. “Inilah kacaunya
tolak ukur pornografi sekarang,” simpulnya.
Dibiarkannya pentas kemesuman ini dengan dalih bahwa maksiat tersebut
digelar di kalangan terbatas pun tidak bisa diterima. “Tiketnya dijual kok untuk umum Rp 100.000, untuk pelajar dan mahasiswa malah Rp 50.000,” bebernya.
Namun, menurut Iwan, yang namanya pornografi tidak ada klasifikasi
‘kalangan terbatas’ atau ‘umum’. Tentu beda bila konteksnya adalah
hubungan suami-istri. Itu sudah privasi. Kalau ini kan disaksikan oleh
penonton. “Itulah keinginan kaum liberal, menghilangkan norma-norma
moral dan menjadikannya sebagai urusan pribadi, sedangkan orang lain dan
negara dilarang ikut campur.”
Iwan pun mengingatkan, umat Islam harus sadar bahwa sedang terjadi
perang budaya. Salah satu sasarannya adalah menggerus akhlak umat agar
hancur seperti yang sudah dialami masyarakat Barat. Maka tidak ada yang
bisa melindungi akhlak umat melainkan hanya khilafah yang menjalankan
syariah Islam. “Tanpa khilafah dan syariah terbukti akhlak umat terus
dihancurkan,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo[www.syahidah.web.id]
Posting Komentar