Foto satelit yang dirilis Human Right Watch (HRW) menjunjukkan parahnya
kondisi perkampungan muslim di Arakan. HRW mengatakan lebih dari 800
bangunan dan rumah perahu terbakar.Gambar satelit juga menunjukkan
sekitar 14 hektar kawasan terbakar di Kyaukpyu, kota pantai di Rakhine.
Pegiat HAM menyatakan kebanyakan warga di kawasan tersebut adalah Muslim
Rohingya, yang menjadi target serangan non-Muslim yang menyebut mereka
tidak termasuk dalam Burma. Banyak warga Rohingya yang diyakini kabur
dengan menggunakan kapal ke laut.
Pembantaian ini bukanlah yang pertama kali. Pada kerusuhan Juni yang
lalu puluhan ribu kaum Muslimin terpaksa keluar mengungsi dari rumah
mereka. Tidak ada angka yang pasti jumlah korban Muslim, namun diduga
ribuan Muslim terbunuh pasca pecahnya kembali konflik pada awal Juni
2012.
Arakan, wilayah di mana mayoritas Muslim Rohingya tinggal, sudah ada
bahkan sebelum Negara Burma lahir setelah diberi kemerdekaan oleh
Inggris pada tahun 1948. Kaum Muslimin di sana telah berabad-abad
tinggal sebagai kesultanan Islam yang merdeka. Justru yang terjadi
adalah penjajahan oleh kerajaan Budha dan Kolonial Inggris di negara
itu.
Para sejarawan menyebutkan bahwa Islam masuk ke negeri itu tahun 877 M
pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid. Saat itu Daulah al-Khilafah menjadi
negara terbesar di dunia selama beberapa abad. Islam mulai menyebar di
seluruh Birma ketika mereka melihat kebesaran, kebenaran, dan
keadilannya.
Kaum Muslimin memerintah propinsi Arakan lebih dari tiga setengah abad
antara tahun 1430 hingga tahun 1784 M. Penderitaan Muslim di sana mulai
terjadi saat penjajah kerajaan Budha maupun kolonialis Inggris menjajah
negeri itu. Berikut tahun-tahun penting penderitaan Muslim Rohingya.
Pembantaian yang berulang yang terjadi di Arakan menunjukkan betapa
butuhnya kita akan sistem Khilafah yang akan melindungi kaum muslimin.
Menyatukan 1,5 milyar muslim di seluruh dunia dan menggerakan puluhan
juta tentara muslim negara Khilafah untuk membebaskan negeri-negeri
Islam yang tertindas.
Tragedi ini juga menujukkan , penguasa negeri-negeri Islam, termasuk
presiden SBY tidak sungguh-sungguh peduli terhadap nasib umat Islam.
Padahal SBY adalah presiden negeri muslim terbesar di Asia Tenggara yang
seharusnya menggunakan powernya untuk menghentikan kebiadaban ini.
Penguasa muslim lain seperti Malaysia,Brunai di Asia Tenggara dan
kawasan dunia lainnya juga tidak melakukan aksi kongkrit. Sementera
Bangladesh malah menolak untuk membantu kaum Muslim yang tiba di negara
itu. Negara ini bahkan mengembalikan dan menutup perbatasan untuk
saudara Muslimnya.
Padahal Myanmar merupakan negeri miskin yang lemah. Tentara dan
persenjataannya pasti kalah hebat dengan Indonesia, apalagi gabungan
negeri-negeri Islam. Alih-alih mengirimkan tentaranya, memberikan
peringatan keras atau memutuskan hubungan diplomatikpun tidak dilakukan
oleh SBY dan pemimpin muslim Asia Tenggara lainnya.
Negara-negara OKI juga tidak berkutik. Pemimpin Birma dengan gagah
berani dengan dukungan pendeta Budha, justru dengan arogan menolak
pembukaan kantor OKI di Myanmar.
Padahal bukankah umat Islam merupakan umat yang satu yang
dipersaudarakan oleh aqidah Islam ? Bukankah Rosulullah SAW mengingatkan
kita seharusnya kita seperti satu tubuh, kalau satu bagian yang sakit,
maka bagian yang lain juga seharusnya merasa sakit dan kemudian saling
tolong menolong ? Bukankah Rosulullah SAW mengatakan kita harus seperti
satu bangunan yang saling memperkuat ?
Bukankah Allah SWT memerintahkan tentara-tentara muslim dan umat Islam
berperang membela saudaranya yang tertindas ? Diam terhadap penindasan
berarti menjadi bagian dari penindasan itu. Bukankah ulama mengatakan
diam dari kebenaran seperti syaitan bisu (syaitan akhras).
Mengapa kita hanya diam ? Padahal Allah SWT berfirman : “Dan
mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah SWT dan (membela)
orang-orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak yang
berdoa, “Ya Rabb kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang zalim
penduduknya. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu dan berilah kami
penolong dari sisi-Mu” (Qs An Nisa’ : 75).
Kalau dalam ibadah haji umat Islam bisa bersatu di seluruh dunia , tanpa
disekat-sekat ikatan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, jabatan ataupun
kekayaan. Tapi kenapa di luar ibadah haji umat Islam rela dibelengu
oleh ikatan nasionalisme? Ikatan jahiliyah yang membuat umat Islam tidak
saling peduli dan akhirnya lemah dengan alasan bukan kepentingan bangsa
kami!.
Sesungguhnya kita telah memiliki semuanya , kita sama-sama beriman
kepada Allah SWT, kita memiliki Nabi yang sama, Al Qur’an yang sama,
kiblat yang sama, aturan syariah Islam yang sama. Kita juga memiliki
potensi jutaan tentara yang kuat, persenjataan yang cukup ditambah
kekayaan alam yang melimpah. Tinggal satu yang tidak kita miliki,yang
membuat kita lemah, membuat tentara-tentara muslim tidak bergerak dari
barak-baraknya. Kita belum memiliki negara yang satu, yakni negara
Khilafah ! (Farid Wadjdi/www.syahidah.web.id)
Posting Komentar