
Namun, apa jadinya jika alat pendengaran ini tidak lagi bisa
berfungsi bahkan justru menyebabkan bahaya pada diri kita karena
ketidaktahuan kita tentang bagaimana cara menjaganya. Berikut sharing
pengalaman dari Ummu Naura yang disalin dari akun facebook pribadinya,
semoga dapat menjadi pengetahuan baru yang bermanfaat.
—
Beberapa bulan yang lalu saya mengalami kejadian yang tak disangka-sangka. Lebih tepatnya
yang mengalaminya anak dari adiknya kakek saya yang kini sudah
meninggal. Awal penyebab meninggalnya simpel, dia punya kebiasaan
“ngileni” atau mengorek telinga dengan ujung bulu ayam. Kebiasaan yang
seolah-olah tak berbahaya sama sekali.
KRONOLOGINYA
Awalnya, paman saya hanya merasakan sakit di salah satu telinganya
hingga tak tahan. Bukan karena sakitnya, tapi risih dengan rasa sakit
kecil yang dirasakan berhari-hari. Dia diperiksakan ke dokter umum dan
sakitnya hilang. Dua minggu kemudian, sakitnya timbul lagi. Kali ini
harus dirawat oleh dokter spesialis THT dan harus menjalani perawatan
pembersihan telinga seminggu dua kali. Karena menyepelekan nasehat
dokter, paman saya enggan periksa setelah perawatan kedua. Ia merasa
sudah sehat dan tak merasakan sakit lagi. Dua minggu kemudian, tiba-tiba
ia pingsan selama beberapa menit dan setelah sadar ia tak bisa diajak
berkomunikasi selama beberapa jam.
Pada hari itu juga, paman dibawa ke RS di Klaten dan harus menjalani
rawat inap. Kondisinya memburuk dan harus dirujuk ke RS di Jogja yang
peralatannya lebih lengkap. Setelah diperiksa dokter, diputuskan harus
dioperasi otaknya karena “kuman” infeksi dari telinga itu sudah masuk ke
otak. Persiapan operasi itu diperkirakan butuh waktu satu bulan, namun
baru dua minggu dirawat paman sudah tak tertolong dan akhirnya
meninggal.
Dari pengalaman buruk itu, saya mencari-cari informasi, apakah benar
mengorek telinga bisa menyebabkan infeksi dan infeksinya bisa menjalar
ke otak. Dan inilah info yang saya dapatkan.
SUSUNAN TELINGA
Telinga berfungsi sebagai alat pendengaran dan keseimbangan. Agar
kedua fungsi tersebut berjalan, telinga harus dijaga. Sayang, banyak
orang yang kadung salah dalam hal menjaga kebersihan telinga. Misalnya,
mengorek telinga.
Telinga terdiri dari telinga luar, tengah dan dalam. Ketiga bagian
ini bekerjasama menangkap gelombang suara dan menjadikannya bunyi yang
nyata. Awalnya, gelombang suara diterima oleh telinga luar. Telinga luar
sendiri terdiri dari daun dan liang telinga. Daun telinga menampung
suara, yang kemudian disalurkan ke liang telinga. Dari liang telinga,
suara kemudian masuk ke telinga tengah melalui gendang telinga. Di
belakang gendang telinga, terdapat tulang pendengaran yang bentuknya
menyerupai rantai. Tulang-tulang ini saling berhubungan pada sendi dan
berfungsi mengantarkan gelombang suara hingga menggetarkan gendang dan
sampai ke telinga dalam.
Di telinga dalam terdapat alat penerima yang disebut rumah siput. Di
dalam rumah siput terdapat ujung-ujung saraf, cairan, dan organ yang
mengambang. Gelombang suara yang diantarkan gendang dan tulang telinga
akan menggetarkan cairan dalam rumah siput, sehingga membuat organ yang
mengambang bergerak dan menyentuh ujung-ujung saraf pendengaran. Proses
yang tadinya menggunakan tenaga mekanik kemudian diubah menjadi tenaga
listrik, dan disampaikan ke otak sehingga kita mendengar suara.
Sementara sebagai alat keseimbangan, prosesnya lebih kompleks. Proses
terjadi di telinga dalam. Telinga bekerjasama dengan organ lain seperti
mata, sendi-sendi, otak dan lainnya. Jika ada dua organ yang tidak
berfungsi, maka keseimbangan kita pun akan hilang.
BAHAYA MENGOREK
Bentuk telinga dirancang untuk mengantisipasi masuknya kotoran. Liang
telinga yang bersudut membuat kotoran, seperti debu atau serangga,
sulit menembus bagian yang lebih dalam. Tugas menghalau kotoran juga
dilakukan kelenjar rambut yang terdapat di bagian depan setelah liang
telinga. Di sini juga diproduksi getah telinga yang bernama serumen.
Kita lebih mengenalnya sebagai tai telinga atau getah. Tai telinga
inilah yang akan menangkap kotoran dan dengan sendirinya
membersihkannya.
Orang sering salah kaprah menyangka tai telinga sebagai kotoran.
Padahal, fungsinya sangat penting untuk membersihkan kotoran yang masuk.
Secara alamaiah, kotoran yang masuk akan kering dan keluar sendiri. Tai
telinga tidak usah dibuang, kecuali jika menggumpal dan menyumbat liang
telinga sehingga menghalangi masuknya gelombang suara ke telinga dalam.
Lagipula, tak banyak kasus orang yang mengalami penggumpalan getah ini.
Dalam kadar normal, tai telinga hanya menutupi permukaan dinding
telinga. Jika dibersihkan, getah akan diproduksi lagi. Maka, telinga
sebaiknya tidak dibersihkan dengan cara dikorek. Cukup bersihkan bagian
luar saja, yaitu daun dan muara liang telinga. Bagian lebih dalam dari
itu, seumur hidup pun tak perlu dibersihkan.
Salah satu yang sering dilakukan orang adalah mengorek telinga. Tak
banyak yang tahu, mengorek telinga justru akan mengakibatkan
terdorongnya getah telinga ke bagian yang lebih dalam yang bukan
tempatnya. Jika getah ini dibersihkan, maka getah akan diproduksi lagi.
Jika pengorekan dilakukan terus-menerus, getah yang
terdorong akan menumpuk dan menyumbat, sehingga pendengaran pun menurun karena gelombang suara tak bisa disalurkan dengan baik.
terdorong akan menumpuk dan menyumbat, sehingga pendengaran pun menurun karena gelombang suara tak bisa disalurkan dengan baik.
Mengorek telinga juga bisa mengakibatkan perbenturan sebab telinga
kita bentuknya bersudut. Perbenturan ini akan mengakibatkan pembengkakan
atau perdarahan. Pengorekan yang terlalu keras atau dalam juga bisa
mengakibatkan trauma, ditambah dinding telinga kita mudah berdarah.
Masih ada lagi, mengorek telinga juga bisa bikin kolaps. Anda mungkin
pernah mengalami batuk-batuk saat mengorek kuping. Nah, hal ini
disebabkan adanya refleks saraf pagus yang terdapat di dinding telinga.
Saraf pagus membentang ke tenggorokan, dada sampai perut. Batuk-batuk
adalah refleks yang ringan. Refleks yang berat dan berbahaya bisa
mengakibatkan kolaps.
MUKA TAK SIMETRIS
Mengorek telinga juga bisa menyebabkan infeksi. Infeksi yang berat
dan berada di tempat yang sensitif bisa menyebabkan kualitas pendengaran
menurun, bahkan membuat muka jadi mencong (tak simetris).
Salah satu saraf yang terdapat di telinga adalah saraf facialis.
Saraf ini berada di belakang liang telinga. Fungsinya menggerakkan otot
muka dan sebagai bagian yang menunjang pendengaran. Meski saraf ini
dilindungi tulang, namun jika infeksi atau gangguan lain sudah
mengenainya, maka bisa mengakibatkan muka menjadi mencong, mata tak bisa
ditutup, dan lainnya, yang disebut kelumpuhan saraf facialis.
Infeksi akibat mengorek terlalu keras bisa berbentuk seperti bisul
yang bernanah. Infeksi bisa terjadi di liang telinga, kelenjar rambut,
bahkan sampai ke bagian telinga tengah di belakang gendang. Selain
karena mengorek, infeksi telinga tengah yang biasa disebut congek
bisa pula disebabkan oleh adanya infeksi di saluran nafas, yang berasal
dari belakang hidung lalu merambat ke saluran tuba eskafius yang
menghubungkan rongga di belakang hidung dengan telinga tengah. Jika
produksi nanah semakin banyak, maka gendang bisa pecah atau bocor.
Akibat selanjutnya, pendengaran akan terganggu.
Di dalam telinga terdapat banyak sekali saraf. Itulah kenapa telinga
sangat sensitif. Ketika kita sakit amandel, sakit gigi atau radang
tenggorokan, telinga juga terasa sakit, karena telinga kita dilalui
saraf perasa. Saraf ini akan mengalihkan rasa sakit di daerah lain
sampai ke telinga.
HINDARI MUSIK KERAS
Banyak hal bisa menjadi penyebab menurunnya kualitas pendengaran.
Dalam gangguan taraf ringan, orang hanya akan mampu mendengar bunyi
dengan kapasitas 25 – 40 desibel saja, taraf sedang 40 – 60 desibel, dan
jika lebih dari 60 desibel berarti berada dalam taraf berat.
Kita sering merasa tak pernah mendengarkan musik keras-keras. Namun
punya kebiasaan mendengarkan musik dari HP atau MP3 player dengan
headset atau earphone. Sekalipun alat itu kecil, karena penggunaannya
yang ditempelkan di telinga menyebabkan tingkat kekerasan suaranya
mengalahkan suara bising kereta api. Kerusakan penurunan pendengaran
karena hal ini bersifat permanen dan tak bisa disembuhkan.
Penyebabnya beraneka ragam, mulai kelainan di telinga luar hingga
dalam. Kelainan di telinga luar bisa disebabkan adanya penyumbatan oleh
getah telinga, benda asing, bisul, atau tumor. Gangguan di telinga
tengah seperti gendang pecah, perdarahan akibat benturan pada
kecelakaan, terputusnya rantai tulang pendengaran atau keluarnya cairan
karena alergi.
Sementara di telinga dalam, gangguan berupa “pingsan” atau matinya
sel rambut yang mengubah getaran mekanik jadi listrik lalu
menyampaikannya ke otak. “Pingsan” atau matinya sel rambut disebabkan
trauma bising, misalnya mendengar terlalu lama dan sering bunyi-bunyian
yang amat keras, infeksi yang menjalar dari telinga tengah atau karena
keracunan obat. Melalui peredaran darah, racun dari obat bisa sampai ke
telinga dalam.
Penyakit seperti darah tinggi dan diabetes juga bisa mengurangi
pendengaran. Pasalnya, penyakit ini bisa sebabkan rusaknya pembuluh
darah. Akibatnya, telinga dalam sebagai terminal tak mendapat makanan
yang cukup. Sejumlah makanan juga bisa menyebabkan penurunan pendengaran
jika menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Contohnya garam, lemak dan
rokok. Turunnya pendengaran karena darah tinggi, diabetes dan keracunan
obat bisa menyerang dua belah telinga. Sementara penyebab lainnya hanya
menyerang telinga yang mengalami gangguan. Perlu diingat, gangguan di
satu telinga tidak menjalar ke telinga yang lain.
Kebanyakan gangguan yang terjadi di telinga luar dan telinga tengah
bisa diatasi. Sedangkan jika mengenai telinga dalam agak sulit. Kalau
sel rambut di telinga dalam hanya “pingsan”, misalnya akibat
mendengarkan musik disko selama dua jam saja, maka pendengaran akan
kembali setelah beberapa lama menghindari musik keras ini. Namun, jika
terlalu sering mendengar musik atau bunyi-bunyian yang amat keras, bisa
saja sel rambut itu patah dan akhirnya kualitas pendengaran rusak berat.
Umumnya hal ini tak bisa diperbaiki.
Pendengaran menurun yang permanen juga bisa ditemukan pada bayi
dengan kelainan bawaan. Biasanya pada mereka bisa dilakukan tes refleks.
Tes ini bisa dilakukan oleh orang tua yang merasa curiga anaknya tidak
bisa mendengar. Caranya dengan membunyikan sesuatu di tempat
tersembunyi, yang tidak bisa lihat matanya. Lihat saja, apakah saat
mendengar bunyi ia langsung memberi respon atau tidak?
Posting Komentar