
Tentu saja ada, putri Rasulullah yang hidup sederhana bersama Ali bin
Abi Thalib yang cerdas namun diuji dengan kekurangan harta, adalah
contoh nyata rumah tangga harmonis meski tanpa harta benda.
Banyak orang merasa rumah tangga harmonis hanya mungkin jika segala
kebutuhan dasar terpenuhi, seperti sandang, pangan dan papan, padahal
tidak musti seperti itu. Banyak juga orang beranggapan bahwa rumah
tangga harmonis itu berarti tanpa keributan atau perselisihan, padahal
tidak juga begitu.
Inilah yang dilakukan oleh Fatimah dan Ali dalam menjalankan biduk
rumah tangga, baik saat mereka saling bahu-membahu, berjauhan, bahkan
ketika bertengkar, namun kesemuanya itu justru menambah harmonis
hubungan keduanya, semoga kita dapat menirunya:
- Saling Membantu Tugas Domestik
Meski berkedudukan sebagai kepala rumah tangga, Ali tidak sungkan
untuk melakukan pekerjaan yang umumnya dilakukan oleh kaum wanita.
- Mendoakan Tetangga dan Kaum Mukmin
Imam Shadiq meriwayatkan dari kakek-kakeknya bahwa Hasan bin Ali
berkata, “Di setiap malam Jumat, ibuku beribadah hingga fajar
menyingsing. Ketika ia mengangkat tangannya untuk berdoa, ia selalu
berdoa untuk kepentingan orang lain dan ia tidak pernah berdoa untuk
dirinya sendiri. Suatu hari aku bertanya kepadanya, ‘Ibu, mengapa kau
tidak pernah berdoa untuk diri Anda sendiri sebagaimana kau mendoakan
orang lain?’ ‘Tetangga harus didahulukan, wahai putraku,’ jawabnya
singkat.”
- Saling Menjaga Ketika Diuji dengan Sakit
Pada suatu hari, Fatimah jatuh sakit. Ali pun sedih. Ali menyiapkan
semua keperluan yang dibutuhkan Fatimah dan menggantikan tugasnya selama
sakit.
“Beristirahatlah agar sakitmu segera hilang,” katanya kepada Fatimah.
“Aku telah cukup beristirahat, sampai-sampai aku malu apabila
melihatmu mengerjakan tugas-tugas seorang ibu,” jawab Fatimah dengan
suara lirih.
“Jangan pikirkan itu. Bagiku semua itu sangat menyenangkan. Lagipula,
setelah engkau sembuh nanti, semua tugas, engkaulah yang akan
mengerjakannya,” ujar Ali.
“Wahai istriku, adakah engkau menginginkan sesuatu?” tanya Ali dengan tiba-tiba.
Fatimah terdiam sebentar, kemudian berkata, “Sesungguhnya sudah beberapa hari ini aku menginginkan buah delima.”
“Baiklah, aku akan membawakannya untukmu dengan rezeki yang diberikan
Allah kepadaku,” kata Ali sambil bersiap keluar rumah. Ali langsung
menuju pasar meskipun dengan uang pas-pasan.
Kisah tersebut di atas sudah sepatutnya dapat menginspirasi suami
istri untuk saling menghargai. Meski berkedudukan sebagai kepala rumah
tangga, Ali tidak sungkan untuk melakukan pekerjaan yang umumnya
dilakukan oleh kaum wanita. Ini merupakan tanda bukti kecintaan Ali pada
istri yang sangat disayanginya.
- Saling Meminta Pendapat
Pada suatu kesempatan, Ali bertanya kepada Fatimah mengenai boleh
tidaknya ia mendapatkan pembantu dari Rasulullah Saw. Ketika Fatimah
datang ke rumah ayahnya, banyak tamu yang datang menemui beliau sehingga
Fatimah tidak bisa mengutarakan maksudnya.
Keesokan harinya, Rasul datang ke rumah Ali dan Fatimah. Ketika
Rasulullah Saw. bertanya kepada Fatimah tentang maksud kedatangannya
kemarin, Fatimah diam saja. Karenanya, Ali pun menceritakan hal yang
dimaksud namun Rasulullah Saw. tidak mengabulkan keinginan mereka untuk
memiliki pembantu tersebut.
Rasul Saw. bersabda, “Bertakwalah kepada Allah, tunaikanlah tugasmu
terhadap-Nya, lakukan pekerjaan rumahmu seperti biasa, ucapkanlah
subhanallah, alhamdulillah dan Allahu Akbar, ucapan ini akan lebih
membantu kalian daripada seorang budak.”
- Ketika Ali dan Fatimah Berselisih
Kehidupan harmonis Ali dan Fatimah bukannya tanpa mengalami
perselisihan. Suatu ketika, Ali pernah berbuat kasar kepada Fatimah.
Fatimah kemudian mengancam Ali, “Demi Allah, aku akan mengadukanmu
kepada Rasulullah Saw!” Fatimah pun pergi kepada Nabi Saw. dan Ali
mengikutinya.
Sesampainya di hadapan Rasul, Fatimah mengeluhkan tentang kekasaran
Ali. Nabi Saw. pun menyabarkannya, “Wahai putriku, dengarkanlah, pasang
telinga, dan pahami bahwa tidak ada kepandaian sedikit pun bagi wanita
yang tidak membalas kasih sayang suaminya ketika dia tenang.”
Ali berkata, “Kalau begitu, aku akan menahan diri dari yang telah kulakukan.”
Fatimah pun berkata, “Demi Allah, aku tidak akan berbuat apapun yang tidak kamu sukai.”
Disebutkan juga dalam riwayat lain bahwa pernah terjadi pertengkaran
antara Ali dan Fatimah. Lalu Rasulullah Saw. datang dan Ali menyediakan
tempat untuk Rasulullah Saw. berbaring. Kemudian Fatimah datang dan
berbaring di samping Nabi Saw. Ali pun berbaring di sisi lainnya.
Rasulullah Saw. mengambil tangan Ali dan meletakkannya di atas perut
beliau, lalu beliau mengambil tangan Fatimah dan meletakkannya di atas
perut beliau. Selanjutnya beliau mendamaikan keduanya sehingga rukun
kembali, Setelah itu barulah beliau keluar. Ada orang yang melihat
kejadian itu lalu berkata kepada Rasulullah Saw., “Tadi engkau masuk
dalam keadaan demikian (murung), lalu engkau keluar dalam keadaan
berbahagia di wajahmu.” Ia menjawab, “Apa yang menahanku dari
kebahagiaan, jika aku dapat mendamaikan kedua orang yang paling aku
cintai?”
- Saat Berjauhan dan Ditimpa Krisis Keuangan
Istri mana yang tidak mengharapkan belaian mesra dari seorang suami.
Namun bagi Fatimah, saat-saat berjauhan dengan suami adalah satu
kesempatan berdampingan dengan Allah Swt. untuk mencari kasih-Nya dalam
ibadah-ibadah yang ia lakukan. Sepanjang kepergian Ali, hanya anak-anak
yang masih kecil yang menjadi temannya.
Nafkah untuk dirinya dan anak-anaknya (Hassan, Hussein, Muhsin,
Zainab, dan Umi Kalsum) diusahakannya sendiri. Untuk mendapatkan air,
dia berjalan jauh dan menimba dari sumur yang 40 hasta dalamnya di
tengah sinar matahari padang pasir yang terik. Kadangkala harus menahan
lapar sepanjang hari. Bahkan ia sering juga berpuasa yang membuat
tubuhnya kurus hingga menampakkan tulang di dadanya.
Pernah suatu hari, ketika ia sedang asyik bekerja menggiling gandum,
Rasulullah datang berkunjung ke rumahnya. Fatimah yang amat keletihan
ketika itu meceritakan problem rumah tangganya. Ia bercerita betapa
dirinya telah bekerja keras, menyaring tepung, mengangkat air, memasak,
serta melayani kebutuhan anak-anak. Ia berharap agar Rasulullah dapat
menyampaikan kepada Ali agar Ali mencarikannya seorang pembantu.
Rasulullah Saw. merasa kasihan terhadap permasalahan rumah tangga
anakanya itu. Namun beliau sangat tahu, sesungguhnya Allah memang
menghendaki kesusahan bagi hamba-Nya sewaktu di dunia untuk
memudahkannya di akhirat. Mereka yang rela bersusah payah dengan ujian
di dunia demi mengharapkan keridhaan-Nya adalah orang yang akan mendapat
tempat di sisi-Nya.
Lalu dibujuknya Fatimah sambil memberi harapan dengan janji-janji
Allah. Beliau mengajarkan zikir, tahmid, dan takbir yang apabila
diamalkan, segala permasalahan dan beban hidup akan terasa ringan.
Ketaatannya kepada Ali akan menyebabkan Allah Swt. mengangkat
derajatnya.
Sejak saat itu, Fatimah tidak pernah mengeluh dengan kekurangan dan
kemiskinan keluarganya. Ia juga tidak meminta sesuatu yang dapat
menyusahkan suaminya. Dalam kondisi itu, kemiskinan tidak menghilangkan
semangat Fatimah untuk selalu bersedekah. Ia tidak sanggup kenyang
sendiri apabila ada orang lain yang kelaparan. Ia tidak rela hidup
senang di kala orang lain menderita. Bahkan ia tidak pernah membiarkan
pengemis melangkah dari pintu rumahnya tanpa memberi sesuatu, meskipun
dirinya sendiri sering kelaparan.
- Tidak Segan Meminta Maaf
Pernah suatu hari Fatimah menyebabkan Ali kesal. Menyadari
kesalahannya, Fatimah segera meminta maaf berulang kali. Fatimah
terngiang nasihat Rasul, “Wahai Fatimah, kalaulah di kala itu engkau
mati sedang Ali tidak memaafkanmu, niscaya aku tidak akan menshalatkan
jenazahmu.”
Ketika dilihatnya air muka suaminya tidak juga berubah, ia pun
berlari-lari seperti anak kecil mengelilingi Ali dan meminta dimaafkan.
Melihat aksi istrinya tersebut, Ali tersenyumlah dan lantas memaafkan
istrinya itu. [www.syahidah.web.id]
Sumber : Ummi Online
Posting Komentar